Sabtu, 19 Juni 2010

BELAJAR DARI ANAK - ANAK KORBAN PERANG (TURTLES CAN FLY)


Penulis dan Sutradara :
Bhaman Ghobadi

Pemeran :
Agrin : Avaz Latif
Satellite : Soran Ebrahim
Hengov : Hiresh Feysal Rahman
Rega : Abdol Rahman Karim
Pasheo : Sadaam Hossein Feysal
Hangao : Hiresh Feysal Rahman
Shirko : Ajil Zibari




Sebelumnya, di status saya, terjadi perbincangan yang serius dengan mbak Qonita Musa (penulis senior) yang sebelumnya hanya saya jumpai lewat karya2nya yag dimuat di berbagai majalah ibukota. (Alhamdulilah lewat FB bisa bertemu dengannya). Dalam komen2 singkat itulah, Mbak Qoni menyarankan saya untuk menonton Turtles Can Fly.

Karena rasa penasaran yang dalam. Apalagi saya sgt menyukai film2 bermutu, Saya menjelajahi pasar mencari VCD film ini, tapi apa boleh buat, di setiap toko VCD tak satupun saya jumpai film ini. Maka pilihan terakhir yang saya tempuh, mendownload di Youtube :). Alhamdulillah, dlm waktu hampir 14 jam (soalnya saya pake modem Flexy CDMA yang kadang sinyalnya buruk), film inipun berhasil didownload. Alhamdulillah...

TURTLES CAN FLY merupakan film pertama tentang perang di Iraq masa Invasi Amerika dibawah Presiden George W. Bush. Bolehlah dibilang saya adalah pecinta film-film Iran, sebab saya menyukai film-film yang natural dan bermuatan filosofi. Dan seperti film Iran lainnya 'Turtles Can Fly' juga menyajikan pengajaran kehidupan secara folosofis tanpa ada kesan menggurui penontonnya. Nah ini yang jarang sekali saya dapat dari film nasional kita, apalagi sinetron.

Film ini memakai alur maju mundur. Dimulai dengan adegan gadis kecil menjatuhkan diri dari sebuah tebing yang curam, film ini bercerita dengan latar belakang sebuah desa 'Iraqi Kurdistan' di perbatasan Iran dan Turkey. Penduduk desa yang dalam suasana perang lebih mementingkan berita ketimbang sajian hiburan di TV. Untuk itulah semua penduduk desa berusaha memasang antena yang paling kuat menangkap gelombang siaran berita di televisi.

Dengan setting tahun 2003 dibawah invasi Amerika, film ini menggambarkan terobsesinya orang-orang dengan berita Internasional yang didapat dari Satelit untuk mendapatkan informasi rencana Amerika kedepan dalam 'menyelamatkan' Iraq.

Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun atau tepatnya leader bagi sekumpulan anak-anak yatim-piatu di camp pengungsi, ia dipanggil dengan nama 'Satellite' karena terbiasa menerima job pemasangan antena TV, sekaligus menjadi 'translater berita' bagi penduduk desa disana. Kemudian Satellite juga menerima job pembersihan 'ranjau darat' di daerah itu. Satellite merasa terganggu dengan kehadiran seorang anak laki-laki cacat, kedua tangannya putus, yang juga menerima job pembersihan ranjau yang belum menjadi 'anggota serikat pekerja anak-anak' dibawah pimpinan Satellite. Anak cacat itu bernama Henkov yang juga adalah korban ranjau darat, sehingga kedua tangannya putus. Meski cacat Henkov rupanya ahli sekali menjinakkan ranjau.

Henkov dimata orang lain mempunyai 2 orang adik, yang perempuan Agrin dan adik laki-laki yang masih berumur 1 tahun lebih, Rega. Kemanapun, mereka selalu bertiga. Dan si kecil Rega selalu dalam gendongan Agrin, sesekali digendong oleh Henkov yang meski 'tanpa tangan' namun cukup cekatan menggendong si kecil.

Agrin gadis kecil mungkin umurnya baru 12 tahun, yang terjebak oleh ganasnya perang, kedua orang tuanya terbunuh akibat perang saudara di Iraq, dalam saat yang bersamaan ia mengalami tragedi yang lain, diperkosa beramai-ramai oleh tentara, sehingga pada usia yang sangat muda ia mempunyai anak. Oleh pengungsi lain anak dalam gendongannya itu dikira adiknya. Kehidupan serba sulit, mengungsi dengan anak dan saudara laki-laki yang cacat. Sudah berkali-kali Agrin mencoba bunuh diri karena tidak mampu menahan beban berat hidup. Namun setiap kali dia ingat kakaknya Henkov yang cacat, ia berpikir mampukah ia merawat rega anaknya? Dan ia mengurungkan niat itu. Adegan ketiga anak kecil itu kerap memancing rasa haru.

Agrin yang kehilangan masa kanak-kanak menjadi pembenci anaknya sendiri. Hidupnya diisi dengan kemurungan dan putus asa. Suasana kontradiksi, disaat masyarakat Kurdi memulai lembar baru dan menyambut jatuhnya Saddam, dengan suka-ria mendapatkan souvenir potongan patung-Saddam di ibukota yang dijatuhkan tentara Amerika. Agrin membunuh anaknya dan kemudian ia bunuh diri, dengan menjatuhkan dirinya ke jurang yang dalam. Adegan ini menyentak sekali, membuat para penonton tidak tahan dengan tragedi kematian keduanya yang ditampilkan. Akhir kisah itu sungguh mendendangkan nyanyian yang paling memilukan dan menyayat hati.

Berkali - kali saya menutup mulut saya ketika sampai pada adegan - adegan yang begitu menguras air mata; ketika Agrin diperkosa, ketika Agrin membunuh anaknya yang buta dengan menenggelamkannya ke sebuah danau, atau ketika satelit terkena ranjau ketika membantu anak Agrin.

Beberapa adegan begitu menancap dalam ingatan saya.
Sungguh! Menonton film ini membuat kita semakin merasakan betapa perang menimbulkan traumatik yang sangat dalam, terutama bagi anak-anak. Lantas dimanakah kita menempatkan diri?!

Jangan hanya jadi penonton! Mereka butuh do'a kita! Ada banyak Agrin - Agrin lain yang butuh do'a agar semakin kuat. Agrin - Agrin itu memenuhi bumi Palestina, Bosnia Herzegovina dan berbagai manusia lainnya yang sungguh tak bisa kita lupakan begitu saja. Mereka hanyalah anak kecil, yang 'terjebak' dalam sebuah perang yang membumi hanguskan masa kecil mereka!

Tonton film ini. Dan rasakan dadamu bergetar hebat dan kadang tertawa menyaksikan lelucon yang kanak - kanak, persahabatan sejati dan rasa dendam Agrin yang berdarah - darah... pada masa lalunya!

Salam...



2.32 Am
17 Juni 2010

yang mau download versi penuh, ini linknya
http://video.google.com/videoplay?docid=7835721714320049336#