Senin, 14 Desember 2020

MELAWAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER


 

Sering kita dengan kata “Kekerasan”. Menurut Wikipedia, kekerasan  sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang,  umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.

Namun frasa “Kekerasan Berbasis Gender” (KBG), jarang kita dengar. Untuk menjelaskan hal ini, bainya kita mengkaji pendapat 2 lembaga berikut ini :

Pertama, IASC / Inter-Agency Standing Committee mendefinisikan KBG sebagai ‘Terminologi payung untuk semua tindakan membahayakan yang dilakukan di luar kehendak orang tersebut yang didasarkan atas perbedaan peran laki-laki dan perempuan. Ada beberapa bentuk kekerasan berbasis gender, antara lain : (1) seksual (2) fisik; (3) Praktek tradisional yang membahayakan; (4) sosial ekonomi dan (5) emosional dan psikologis (dalam IPPF, 2009)

Dari definisi di atas, kita melihat bahwa KBG adalah istilah umum untuk banyak jenis kekerasan sebagaimana dijelaskan di atas. Yang menarik dari definisi di atas adalah ia memasukkan praktek tradisional yang membahayakan. Dalam penjelasan dikatakan bahwa praktek ini menyangkut praktek seperti sunat perempuan (female genital mutilation), perkawinan paksa (forced or arranged marriage) dan perkawinan di usia dini (early marriage).

Kedua, UNHCR memberikan definisi KBG sebagai berikut :

GBV adalah kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ini termasuk tindakan yang mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman untuk tindakan tersebut, paksaan dan penghapusan kemerdekaan

Yang menarik dari definisi UNHCR yang berbeda dari definisi IASC adalah tindakan ancaman sudah bisa dikategorikan sebagai tindak kekerasan itu sendiri. Jika definisi IASC bersifat meluas pada praktek sosial dan budaya, definisi UNHCR mendeteksi lebih intensif dari tindakan kekerasan yang dimulai dari upaya ancaman yang sudah masuk sebagai tindak kekerasan.

Yang penting dicatat, bahwa KBG adalah tindakan kekerasan yang berlandaskan pada asumsi gender dan atau seksual tertentu. Jika ada tindak kekerasan yang ketika ditelusuri lebih dalam ternyata memuat niatan atau maksud yang melecehkan korban berdasarkan asumsi gender dan seksual, maka itulah KBG. Jika motiv atau niatannya sama sekali tidak berkaitan dengan gender dan seksual, maka itu kategori kekerasan umum.

 

Lantas, bagaimana upaya untuk meminimalisir, atau bahkan untuk ‘melenyapkan’ KBG ini?!

Saya kebetulan tergabung dalam oraganisasi kemasyarakatan yaitu Remaja Masjid. Saya membawahi Bidang Sosial kemasyarakat. Salah satu hal yang menjadi program kami, selain peningkatan keimanan dan budaya, juga memberikan seminar-seminar tentang bahaya pelecehan seksuaal dan kekerasan dalam bentuk apapun, baik itu verbal maupun non verbal. Karena yang namanya kekerasan pasti sangat berdampak pada korbannya, di antaranya perasaan tidak tenang, ketakutan, rasa sakit dan juga trauma.

Selain itu, di akun Youtube saya; Akhi Dirman TV, saya membuat beberapa video edukasi tentang upaya-upaya pencegahan KBG dalam bentuk film pendek

 


 

Agar kasus kekerasan tak terus menghantui perempuan, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan. Beberapa tips berikut ini bisa membantu menghindari dan mencegah KBG.

1. Pahami bentuk kekerasan. Pertama kali yang mesti dilakukan adalah memahami segala bentuk kekerasan yang dapat terjadi. Agar dapat mengetahui batasan-batasan saat berperilaku di tengah masyarakat.

2. Pahami hubungan yang sehat. Sebagian besar kekerasan terhadap perempuan terjadi pada ranah personal/privat. Artinya, pelaku adalah orang yang memiliki hubungan darah, kekerabatan, perkawinan, maupun relasi intim seperti pacar. Hubungan yang sehat merupakan hubungan yang saling menghargai dan menghormati. Memahami bentuk hubungan yang sehat pada keluarga dan kekasih merupakan kunci terhindar dari kekerasan. Jika mulai menunjukkan tanda-tanda yang tidak wajar, tingkatkan kewaspadaan atau segera cari pertolongan.

3. Waspada pada perubahan. Orang terdekat kerap menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itu, waspadalah pada perubahan gelagat dan sikap-sikap yang mencurigakan. Jika sedang berada di tempat umum, selalu amati kondisi di sekitar Anda dan tetaplah waspada.

4. Hindari lokasi berbahaya. Menghindari lokasi yang berbahaya seperti tempat yang sepi dan rawan kejahatan juga bisa menurunkan risiko kekerasan pada perempuan. Hindari pula pulang larut malam karena semakin meningkatkan risiko kejahatan.

5. Pribadi yang kuat dan Berani Bicara. Membentuk pribadi yang kuat dan sehat merupakan salah satu cara agar terhindar dari kekerasan. Sebenarnya, langkah berani yang harus dilakukan bersama guna mencegah KBG adalah dengan berani berbicara. Korban harus diedukasi, bahwa untuk menghentikan KBG adalah dengan berbicara, berani melapor. Penyebab utama alasan perempuan korban kbg  tidak melapor yaitu stigma buruk masyarakat akan korban kekerasan seksual. Pelatihan asertif dapat membantu perempuan dan korban kekerasan seksual untuk berani untuk menolak dan menyampaikan apa yang dirasakannya dengan cara yang benar.