Rabu, 01 Desember 2010

Alhamdulillah... selesai juga merancang sampul FF



SEGERA TERBIT!
"Persembahan Kupu-kupu" dan "Sebuah Cermin hati"

Kamis, 07 Oktober 2010

BERCERMIN (PUISI 50 KATA)

BERCERMIN

Akhi Dirman Al-Amin



Aku bercermin

Mencari bayang-Mu dalam jiwaku

Hanya hitam yang meraja

Hanya gelap bertahta

Bahkan ketika kubisikkan nama-Mu dengan sepenuh do’a

Mulutku gagu

Hatiku buram dan kelabu



Aku bercermin

Tak ada bayangku terpeta

Kelam merajai seluruh sudut

Merangkaki busuk otakku

Kuhitung dosaku

Satu satu

Hingga tak terhitung

* * *

Akhi Dirman Al-Amin lahir di desa Rato Sila Bima, NTB, 3 Oktober 1983. Selain aktif menulis, juga menjadi sutradara dan juga Munsyid (Penyanyi lagu-lagu rohani/ nasyid). 20 bukunya telah terbit, juga telah membuat 5 film indie dan hamper 50 naskah drama dan teater. Meraih 15 penghargaan tingkat Nasional dan Regional (Asia Tenggara), Juga pernah mewakili novelis muda Indonesia di ajang MASTERA 2006 dan Seminar Sastra Melayu.

Saat ini selain aktif menulis dan menciptakan lagu, mengabdi di sebuah SMA di Kabupaten Bima sebagai tenaga pendidik, juga berharap mampu mewujudkan mimpi-mimpi besarnya.



Email : akhi_dirman2006@yahoo.co.id

Rabu, 22 September 2010

KABAR DUKA DARI LANGIT (a tribute for alhm Wisnu)

Hariku tiba-tiba kelabu. Terasa kelam. Mata memanas dan ribuan do’a dan pinta mengalir ke langit.



Benarkah ini, Rabb…?!



Wisnu?



Ya, semalam aku mendengar kabar itu dari komen-komen di catatan seorang teman. Langsung saja, dengan gemetar, kutulis WISNU di kotak pencarian. Dan sebuah nama berhasil ditemukan oleh Facebook; Wisnu Wissanggeni Aditya!

Malam itu, aku tiba-tiba insomnia akut. Dengan mata memanas kutulis status dan mentag wisnu,



    Masihkah kata maaf bisa terukir? Kemarin kita masih saling menyapa di chat   

    Selamat jalan adekku, sahabat mayaku Wisnu Wissanggeni Aditya....

    Semoga engkau tenang di sana, dek......

         dengan sepenuh do'a dan kasih sayang

         Akhi Dirman Al-Amin T_T




Selasa, 21 September 2010

PUISIKU, FAVORIT 1 LOMBA PUISI ISLAMI TELKOM

CERITA SEMUT, KUDA DAN SEPASANG MERPATI


Seekor semut merana dicekam pilu

Kuda kencana melintasi padang

Semut terpana dan berbisik

: betapa damai menjadi kuda

Bebas berlari dan melintasi bumi

Kuat dan perkasa mengarungi hidup



Kuda kencana memahat langit

Sepasang merpati mencandai awan

Kuda itu tertegun dan menyapa

: Wahai, merpati...

betapa bahagia menjadi burung

setia bercengkrama dengan langit

tempat malaikat menyulam cinta



sepasang merpati singgah di ranting pohon

menikmati hembusan angin

terpana dan berkicau

: betapa bahagia menjadi manusia

yang tetap menjadi manusia





** Alhamdulillah menjadi Favorit 1  lomba puisi Telkom.

http://puisiramadhan.speedykonten.com/index.php?page=28&id=272%EF%BB%BF



hadiahnya insyaAllah Blacberry Gemini. Makenya gimana ya? hahahahaha... 

Jumat, 17 September 2010

NASKAH - NASKAH YANG LOLOS DAN SEBUAH CERITA TENTANG JODOH

Mengejar atau mencari  jodoh, adalah salah satu hal yang penting dalam hidup kita. Dan sudah pasti, sebagai orang dewasa, kita memiliki banyak pengalaman tentang hal ini. Banyak kisah duka yang berserakan dalam pencarian pasangan jiwa. Tapi, tidak cukup cerita bagus untuk muncul sebagai pemenang. Selain cerita bagus (entah itu lucu, mengharukan, dsb), dibutuhkan cara penceritaan dan penulisan yang bagus pula.



Kenapa beberapa naskah saya tolak dengan sukses? Saya punya beberapa alasan :

   1. Kisahnya terlalu panjang, bahkan ada yang sampai hampir 40 halaman (Woww... kalo saya loloskan bisa2 setengah halaman buku untuk kisah ini doang dong! :)

Kamis, 16 September 2010

SEMERDU NYANYIAN JIBRIL

Bagi perempuan itu, hidup hanyalah kumpulan duka demi duka yang berserakan. hanya satu pinta yang diejanya dalam do’a; menemukan kembali ibunya yang hilang ditelan Tsunami, dan juga menanti ‘dia’ bernyanyi untuk mengusir segala pedih; Jibril… bersama ...para Abaabil…!!!
(SEMERDU NYANYIAN JIBRIL)

Oh ya... ini salah satu calon sampulnya... doakan ya... InsyaAllah terbit Oktober

Senin, 06 September 2010

SEGERA TERBIT, BUKU KE-16 SAYA

Testimoni/endorsment

"Menulis adalah tradisi yang bisa mengabadikan segalanya. Bahkan melalui tulisanlah kita bisa membaca rekam jejak masa lalu sebagai bekal untuk meraih masa depan. Buku ini isinya mencerahkan apalagi ditulis oleh para mujahid pena.Patut dijadikan sumber referensi utama."

Kang Arul,
Penulis Produktif – Pengamat Cyberculture

Salah satu cara untuk mengekalkan nama Anda di dunia adalah dengan mencipta buku yang bermanfaat bagi semua umat dan salah satu cara yang menjadi lahan amal ketika Anda sudah tidak ada adalah bergunanya buku yang ditulis untuk semua manusia. Maka, menulislah dan buatlah tulisan itu menjadi jalan menuju surga! Buku ini akan menjadi inspirasi Anda untuk segera menggerakkan pena!

Indari Mastuti,
Penulis Produktif – INDSCRIPT Creativa


Minggu, 05 September 2010

ABOUT SEBAB CINTA TAK HARUS BERKATA

ENDORSMENT DAN JUGA RESENSI SCTHB

Ini novel yang memukau. Akhi Dirman mampu menggali latar etnik Bima dengan bagus dan lembut. 
(Ahmad Tohari, Sastrawan)

Dirman menulis novelnya dengan bahasa yang indah, jernih dan puitik. Semoga maju jaya dan menjadi penulis produktif dan bermutu.(Puan. Siti Aisah Murad, sastrawan, Jabatan DPB Kuala Lumpur, Malaysia)

Moga kekal mencintai ilmu dan terus intim dengan buku. Teruslah perjuangan menegakkan KALIMATULLAH, Dirman!
(Zaid Akhtar, Novelis Malaysia)

Pada usia relatif muda, Akhi Dirman telah berusaha menggarap karya yang cukup berarti. Sikapnya yang konsisten dan rendah hati dalam berkesenian layak dihormati. Bila bertahan dengan keteguhan dan tak sialu, ia merupakan segelintir harapan yang tersisa untuk bangkit bersama dan mewujudkan impian generasinya.
(N. Marewo, Sastrawan tinggal di Bima)

Akhi Dirman, anugerah tak ternilai kebanggan FLP NTB. Semoga novel yang sangat menyentuh ini menjadi satu babak yang indah dari rentetan dakwah lewat pena berikutnya. Terus ekspos Bima tercinta dalam karya...
(Gun Emzi Azzam, Divisi PSDM FLP NTB)


Selasa, 31 Agustus 2010

SEBUAH CERITA TENTANGMU


Izinkan aku menceritakan tentangmu di lembaran maya ini. Mungkin engkau tak akan menyukai ini… tapi percayalah, aku hanya ingin menceritakan betapa indahnya persaudaraan kita…

Echal, begitu kami menyapamu, hanyalah anak SMA biasa. Kelas tiga sebuah SMK di Kabupaten Dompu.

Kamu masih ingat tidak?
Kita pertama kali berkenalan  di Bobo Net, Tegal Sari Rato Sila.  Saat itu, Engkau ingin membuat account Facebook, maka akupun membantumu  begitu saja.

Namun, dalam pertemuan yang pendek itu dan perkenalan yang tak seberapa penting itu, aku menemukan banyak hal. Tentang bagaimana ukhuwan itu mengikat hati.

Pada suatu malam yang kelabu (jiee……), aku mengalami peristiwa nahas. Motorku dipinjam oleh muridku dan dia menabrak sapi malam itu, yang menyebabkan motorku rusak parah. Membayangkan ayah yang pasti akan marah besar jika aku pulang dengan motor yang rusak parah seperti itu, membuatku sedikit kalut.

Sejujurnya, aku berasal dari keluarga yang tidak kaya, jadi aku bisa memaklumi jika ayah marah apabila motor itu rusak. Kadang juga aku berpikir buruk, kenapa ‘kenapa harus motor sih yang rusak? Kalo aku yang keadaannya parah mungkin ayah tak akan begitu perduli’. Hihihihi…

MICHAEL & GEORGE


Ada dua  orang non muslim terdampar di gurun sahara. Mereka adalah George dan Michael. Mereka hampir mati kelaparan, tiba-tiba mereka melihat ada mata air dgn sebuah mesjid ditengahnya.


Michael : "Hei, kita sebaiknya berpura-pura jadi orang muslim, kalau tidak mungkin mereka tidak akan mau menerima kita sebagai tamu. Saya akan mengganti nama saya jadi 'Mohammed'. "


George tidak mau mengganti namanya.


George : " Nama saya George,dan  saya tidak mau berpura2 jadi orang lain. Saya tetap 'George'. "


Imam dari mesjid itu menerima mereka berdua dgn senang hati,&

menanyakan nama mereka.


Michael: "Nama saya Mohammed"

George: "Nama saya George"

Imam lantas memanggil pembantunya dan berkata:

Sabtu, 28 Agustus 2010

SURAT BUAT 'R'


Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta.


Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Jadilah ia persaudaraan kita; sebening prasangka, sepeka nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, d...an sekokoh janji. Selamat datang dalam dekapan ukhuwah, Aku mencintai kalian karena Allah

(Salim A. Fillah, Dalam dekapan Ukhuwah).

***
Setiap kali mengeja namamu di dunia maya, entah mengapa, ada banyak kata yang kusiapkan untuk melukiskan namamu. Namun selalu saja, kata – kata itu seolah menguap menjadi entah apa. Barangkali seumpama embun yang terpanggang cahaya.

Ya, kita hanya bertemu di dunia maya saja. Entah bagaimana ukhuwah itu tercipta. Apakah dia turun begitu saja dari langit, dan kau menangkapnya dengan uluran yang sempurna?


Sahabatku ‘R’…


Senin, 23 Agustus 2010

IBU DAN EMBUN

malam telah jauh bertahta
tapi mengapa tangan keriputmu
masih tegar menadah embun
di antara daun yang terpekur?

sepipun meruncing
"tak sebutir embunpun kudapatkan." katamu
bersenandung bersama malam
getir.

tak kuasa kulawan air mataku, ibu
ketika engkau menangis dalam do'amu
"tuhan...
berikan hamba sebutir embun esok hari
tuk pelepas dahaga anakku."

akhi dirman al-amin
menatap matamu, bunda
getar ini tak mampu kuingkari; cinta...

TEKNOLOGI DI TANGANMU


Siswi SMP Negeri 1 Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dilaporkan kabur dibawa pacarnya yang dikenal di jejaring sosial Facebook.
Kapolres Ciamis AKBP Agus Santoso kepada wartawan mengatakan, korban hilang adalah Nunung Nurhayati (15), siswi kelas 3 SMP warga Kubangsari, Desa Sirnabaya, Kecamatan Rajadesa.
"Dari laporan keluarganya, dia kabur dari sekolahnya dibawa oleh pacarnya yang kenal di facebook," kata Agus. (www.inilah.com)

* * *
Tri Nurhayati (20) atau yang lebih dikenal akrab dipanggilan Nung diduga kuat dilarikan oleh teman facebook-nya.

Nung yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga warnet “Indonet” di Jalan Wahid Hasyim ini, diduga kuat dilarikan oleh teman facebook-nya pada Selasa 9 Februari lalu usai jam kerja. (www.okezone.com)
* * *

Dua contoh kasus di atas sempat mencuat mengisi pemberitaan televisi maupun surat kabar dan tentu saja membuat resah masyarakat kita. Sejumlah remaja hilang atau bahkan dibunuh karena berhubungan dengan orang "asing" di dunia maya via jejaring social bernama facebook. Media yang disebut-sebut sebagai situs jejaring sosial pun kini seolah berubah menjelma situs jerat sosial.

Ini adalah salah satu dampak dari penggunaan internet yang semakin mewabah bahkan sampai di daerah – daerah terpencil.

Ya, internet yang pada awalnya menjadi ‘layanan mahal’ yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu saja, sekarang seolah menjadi salah satu kebutuhan yang menjadi bagian dari gaya hidup modern.

Saya masih teringat beberapa tahun yang lalu, di kota Saya, Bima NTB, warnet adalah sesuatu yang sangat sulit ditemui dan cukup mahal (pernah sampai 20.000/jam).

Minggu, 22 Agustus 2010

BUNDA, SERIBU CINTA YANG TERUS MENGALIR


CATATAN WAKTU SD

Malam telah jauh bertahta
Namun mengapa tangan keriputmu
Masih tegar menadah embun
Diantara daun yang terpekur?
Sepipun meruncing,
"Tak sebutir embun pun kudapatkan," katamu.
Bersenandung bersama malam
Getir.

Tak kuasa kulawan airmataku, Bunda
Ketika engkau menangis dalam do'amu
"Tuhan...
Berikan hamba sebutir embun esok hari
Tuk pelepas dahaga anakku."


Itu adalah salah satu puisiku yang kutulis khusus untuk bundaku. Seorang wanita yang setiap subuh harus bangun untuk memulai harinya dengan menjual daging ke pasar. Aku sangat menyayanginya. Dalam keadaan sakit sekalipun, ia tetap akan berjualan.

Suatu hari, ketika aku ke pasar untuk meminta uang jajan padanya, aku dikejutnya oleh banyaknya orang yang berteriak panik di pasar tempat bundaku berjualan. Aku berteriak histeris ketika mendapati seorang perempuan yang pingsan di sana.

“Ambilkan air gula...!!!”

Aku mendengar orang – orang berteriak panik. Akupun panik setengah mati. Wanita itu... wanita yang pingsan itu bundaku. Aku sangat menyayanginya. Ketika subuh masih begitu belia, ia telah ada di pasar ini untuk kami.

“Bunda...”

Aku gigit bibirku agar aku tak menangis. Bagaimanapun aku seorang lelaki, lelaki kecil. Aku tak ingin menangis di tengah umum seperti ini.

“Bunda....”

Akhirnya, bunda dibawa ke rumah. Aku tak kuasa menahan duka melihat wajahnya yang damai terbaring di atas ranjang.

“Bunda...”

Perlahan, matanya terbuka. Ia menatap wajahku seolah hendak berkata; bunda tidak apa-apa, nak...

Sejak itu, aku berikrar dalam hatiku untuk selalu membahagiakannya. Jika aku sudah besar nanti, Bunda... aku akan menjadi anak yang akan selalu kau banggakan... aku berjanji, Bunda...

***
CATATAN SMP

Aku hanyalah anak kecil. Umurku baru dua belas tahun dan tak mengerti bagaimana susahnya orang tua mencari uang untukku. Mungkin aku adalah anak kecil yang durhaka seperti Maling Kundang.

Tapi aku tak perduli. Dan aku tak pernah menyesali itu.


Sabtu, 21 Agustus 2010

3 BUKUKU YANG SEGERA TERBIT

Rabu, 11 Agustus 2010

KEHILANGAN ORANG - ORANG TERCINTA


Saya selalu menyimpan getar yang sama ketika berbicara tentang perpisahan ; tangis yang tertahan, seribu duka yang menjelma dan seoalh tak perduli, cinta yang entah sampai kapan akan terus menjadi kenangan yang dieja dengan tawa atau mungkin setitik kesedihan.

Baru semalam aku menulis status kaya gini ; "Menghapus satu per satu sms yang mencapai 1000. Jadi terhenyak.... masih tersimpan beberapa sms ucapan selamat menjalani Ramadhan tahun lalu.
Ah... rasanya baru kemarin...
Terdiam mengeja 5 kata yang tak mungkin kembali; W-A-K-TU...!


ya... WAKTU!

Tiba - tiba kenangan ramadhan tahun lalu seolah bernyanyi di sini, di kedalaman ruang kenangan.
Ramadhan tahun lalu nenek kami masih bersama kami menyulam tawa...
Ramadhan tahun lalu, bibi Nur (adik ibuku) masih juga bersama kami menyulam waktu...

kali ini?!
Semuanya berlalu oleh waktu...
Bukan untuk sebuah kesedihan jika aku terus memandangi cermin, cermin diri. Memandangnya seolah melihat banyak waktuku yang berlalu dalam sia-sia. Astagfirullah....

Kubuka blog-ku yang sederhana. Aku temukan banyak puisi yang mencatat rekam jejak perasaanku (dulu aku memposting menggunakan Hp).


PADAHAL MASIH INGIN KUDENGAR TUTURMU


padahal masih ingin kudengar tuturmu
menguntai turun menyapaku
sebagai butiran mutiara atau mungkin sebongkah salju
menyapa gersang jiwaku

Senin, 02 Agustus 2010

ALHAMDULILLAH... MENANG LOMBA KISAH IBU


Aswrwb...
Sekedar berbagi kebahagiaan. Alhamdulillah, naskah saya MELUKIS CINTAMU menjadi salah satu pemenang lomba lagi. Yang ingin baca naskah ini. silahkan baca di http://akhidirman.multiply.com/journal/item/117/MELUKIS_CINTAMU

inilah pengumuman lengkapnya...

Tidak mudah memilih 8 cerita dari 107 cerita. Cerita yang masuk bagus-bagus, banyak yang sangat mengharukan. Tapi toh tetap harus memilih 8 cerita. Yang tidak terpilih bukan karena ceritanya tidak bagus (hm...setiap anak pasti memiliki cerita bagus tentang ibunya, kan?). Tapi, tidak cukup cerita bagus untuk muncul sebagai pemenang. Selain cerita bagus (entah itu lucu, mengharukan, dsb), dibutuhkan cara penceritaan dan penulisan yang bagus pula.

Cerita yang ditulis dengan menggunakan (banyak) bahasa sms apalagi bahasa alay, jelas, langsung saya singkirkan. Maaf, ini bukan lomba menyusun kamus bahasa alay.

Cerita yang ditulis tanpa mencantumkan cover buku ORDINARY MOM dan di-tag dalam jumlah kurang dari 21 teman juga saya singkirkan. Maaf, bukan saya narsis, tapi jika kita ingin mengikuti suatu lomba maka kita harus mengikuti semua syarat yang ditetapkan.

Cerita yang tidak nyambung antara satu bagian dengan bagian lain juga saya singkirkan. Banyak yang menceritakan lebih dari satu pengalaman (dalam satu tulisan), tapi tidak banyak yang bisa menjalinnya dengan rapi.

Cerita yang "tanggung" juga saya singkirkan. Sebenarnya bagus, cuma "tanggung", tidak diceritakan sampai tuntas.


Rabu, 21 Juli 2010

CALON BUKU TERBARUKU


Barusan dapat kabar menggembirakan ini. Buku terbaruku akan segera terbit. Ini baru contoh sampulnya saja. Gpp-lah dipelototin dulu. hehehehehe...
Di Buku ini aku menceritakan bagaimana suka duka-ku dalam proses kepenulisan, sampai akhirnya aku alhamdulillah dipercaya mewakili Indonesia di beberapa ajang sastra.
Do'akan moga bukunya manfaat ya...

Selasa, 20 Juli 2010

RHYTHM OF THE RAIN

(Cerpen Ini menjadi pemenang utama UNSA Award 2010)

 
Biarkan hujan itu…
Membasahi segala yang kering
Meski lukamu akan perih
Tetaplah tertawa
Tetaplah tersenyum

Biarkan hujan itu…,
Biarkanlah!
Biarkan pula laron-laron menuju lampu
Mencari damai yang hilang
Di dalam pelosok
Hati kita.

@@@

Hujan yang membasahi kota ini, kau tahu?! Seolah magnet kuat yang menarikku menuju lorong kenangan. Ada senyum dan tawa kala itu, meski tentu saja hidup tak cukup diisi dengan itu. ada juga luka dan cobaan yang semakin mendewasakan usia.

Kau mungkin masih merasakan, betapa romantisnya suasana pulau ini pada saat-saat seperti ini, ketika titik – titik hujan bercanda dengan alam.

Betapa mesranya…
Betapa damainya…
Tapi, apakah masih kau rasakan segala itu?!

Tanah ini telah darah, No. telah terbantai oleh amukan perang yang tak berujung. Kau pasti mengerti itu. kau pasti mengerti, bahwa di sini cinta dan kedamaian telah lama tertimbun dan membusuk dalam liang kubur yang gelap.

Pun kau tahu, bahwa di tanah ini, berkeliaran manusia – manusia pemberontak yang berubah menjadi iblis. Mata mereka merah menyala seperti api, demikian pula gigi mereka yang bertaring tajam seperti srigala.

Tap di sini, ada juga yang meratap dan menangis. Rakyat sipil yang tak tahu apa – apa. Yang dipaksa menelan segala anyir dan luka.

Kau tahu, No?!
Mereka meringkuk ketakutan di kolong ranjang mereka hanya untuk mempertahankan sehelai napas mereka yang telah tergadai di ujung senapan. Anak gadis mereka diperkosa beramai-ramai, dibunuh, kemudian mayatnya dibiarkan membusuk seperti anjing.

Kau tahu, No?! Kau harus tahu, No. Harus! Mereka bukan anjing, tapi mengapa mereka diperlakukan lebih buruk daripada anjing, No?! Anjing masih bisa melawan, menggigit atau mencakar, tapai mereka?! Mereka terlalu tak berdaya untuk melakukan itu, No.

Tanah ini seperti kuburan, No. atau, seperti katamu, tanah ini seperti nenek tua jompo yang memakai perhiasan mahal. Indah, tapi hanya menunggu sisa – sisa waktu untuk terbaring pasrah dalam kematian panjang.

Dan jika kau berdiri di puncak tertinggi, kau akan melihat gedung-gedung sekolah yang terbakar, rumah-rumah dan bangunan entah apa yang menjadi abu dalam sekejap karena keangkaraan. Asap-asap yang mengepul tinggi akan terlihat seperti bongkahan salju yang saling berkejaran.

Dan, No, jika kau memandang lebih jauh, kau akan melihat orang – orang berlari tanpa arah di jalanan, seperti titik – titik kecil yang bergerak acak tak beraturan. Kau juga akan melihat mayat – mayat berserakan membusuk tak terurus, hingga menjadi santapan lezat bagi pesta anjing-anjing liar.
Kau juga akan melihat truk – truk yang mengangkuti pengungsi, juga pasukan loreng yang tertebar dimana-mana.

Bukankah kau melihat semua yang terjadi di tanah yang hampir mati ini, No?! Bahkan kau, juga aku, sering mengabadikan detik – detik kematian tanah ini dalam berol –rol film yang kita cetak dengan tangan bergetar. Kita bahkan sering menagis seperti anak kecil yang kehilangan permen menyaksikan gambar – gambar yang terekan dengan tinta darah itu.

Tapi, bukankah untuk itu kita dikirim ke pulau ini?!

Ya!
Kita dikirim ke pulau ini untuk meng-close up tragedi di pulau ini dalam beberapa file berita darah dan gambar-gambar yang tak kalah darahnya, yang kemudian akan kita kirim ke kota lewat E-mail untuk koran Harian Nasional tempat kita bekerja.

“Kadang aku benci pekerjaan ini!” Ujarmu suatu hari, sambil memasang film di kameramu.
Aku memandangmu aneh.
“Kita seperti seorang penari yang lincah bergerak di atas tubuh saudara kita yang sedang sekarat.” Roman wajahmu mengeras ketika kau mengucapkan kata itu.
“Kita mengabarkan kebenaran, No!” Balasku tajam, “Kita juga berjuang untuk mereka!”
“Berjuang?! Jangan sok pahlawan, Dy!”
“No!” Aku berteriak keras. “Bukankah dari berita yang kita tulis, kita bisa menarik simpati saudara-saudara kita yang lainnya?!”
“Simpati?! Non sen! Omong kosong itu!”
“Terserah apa katamu,” Ujarku mengalah. “Tapi aku tak ingin kau menghina pekerjaanku!”
kemudian, tanpa kita sadari, hujan menerpa kencang di luar halaman. Engkau menutup semua jendela dan pintu rumah sederhana yang kita kontrak dengan murah. Beberapa menit kemudian, kau membuat dua cangkir kopi panas.

Kau memang sahabat yang baik, No…

Lantas, sambil merapatkan mantel, engkau memandang langit-langit ruangan. Kau begitu menikmati konser hujan yang berseteru dengan seng atap rumah, No.
“Jika hujan seperti ini, aku jadi ingat Rohani dan Imam, istri dan anakku. “ Ujarmu sambil melukis senyum. Akupun melukis wajah Dewi, istriku, dan si kembarku non identikku yang tersayang; Ahzam dan Nurul.
Sedang apakah mereka?!
“Kamu tahu, Dy?!” engkau menatap wajahku. Ku balas dengan penuh perhatian.
“Aku bisa membayangkannya…” ujarku simpatik.
“Jika hujan seperti ini, anakku, Imam yang baru enam tahun itu, bawaannya pengen mandi hujan saja. Tak peduli hari sudah malam sekalipun.” Kau tersenyum dan tertawa kecil. Jelas ku lihat kerinduan yang dalam dalam nada suaramu, sama halnya dalam getar suaraku sendiri.
“dasar anak-anak! Ia akan menagis terus, jika tak dituruti keinginannya.” Tawanya melebar.
Ah.
Untunglah si kembarku sudah cukup besar, kelas tiga SMP. Tentulah istriku sudah tak terlalu kerepotan bersama mereka.
“Sedang apakah mereka di sana, Dy?!” tanyamu mengambang.
Aku tersentak.
“Mereka pasti menunggu kita pulang.” Kau jawab sendiri pertanyaanmu.
“Ya! Mereka pasti menunggu dengan rindu dan kecemasan.”

Tapi, sampai kapan mereka harus menunggu, No?!
Sampai kapan?!
Di sini hujan bukan lagi air,
Tapi memerah dan anyir.
Kidung tak lagi merdu,
Tapi menyayat
Penuh rintih
Mati!
Kapan hujan darah ini mereda, No?!
Ataukah mereka harus menunggu sampai kita mati?!

Dan… pada suatu malam yang celaka, tiba-tiba aku tersentak bangun. Engkau mengguncang-guncang tubuhku seperti ada harimau buas yang akan menerkam.

Aku mengerti isyarat itu, terlalu mengerti. Sebab itulah yang kita cari di sini. Berita pertikaian lagikah?!
“Kita harus cepat, Dy!” Ujarmu. Tangkas, kau memakai mantel dan menyandang kameramu. Akupun melakukan hal yang sama.

“Dimana?!” Tanyaku. Ada rasa tak enak yang aneh menyerang, namun kutepis. Aku wartawan profesional yang tak boleh percaya pada hal-hal seperti itu.

Seperti tak menghiraukanku, engkau menyeret tanganku. Beberapa detik kemudian, kita menebeng mabil tentara yang mungkin akan ke tempat itu juga untuk memulihkan keadaan. Beberap di antara mereka ngobrol akrab denganmu, seolah sahabat lama yang baru berjumpa.

Engkau memang supel dan bersahabat. Sungguh, No, aku iri akan hal itu.

Dari pembicaraanmu dengan tentara-tentara itu, aku bisa menduga, bahwa ini adalah kerusuhan paling besar yang terjadi di kota ini. sempat timbul rasa ngeri dan ketakutan di dadaku, membayangkan manusia-manusia iblis dengan mata merah dan taring darah yang bentrok dengan tentara.
Dan dugaanku tak meleset, bukan, No?!

Suara desingan peluru dan aroma kematian seolah menutupi tanah mati ini. asap-asap mengepul bersama dentuman bom yang sahut menyahut.

Engkau dan aku sibuk mencari angel dan sudut pandang yang menarik utnuk kita pindahkan dalam kamera. Peluhku membanjir memabasahi kaosku.

Orang – orang berjibaku saling membunuh. Teriakan-teriakan histeris menggema. Aku memotret dengan gemetar dan jantung berdegup kencang.

Sampai akhirnya, karena tidak bisa melawan ganasnya manusia-manusia iblis itu, beberapa tentara lari kiembali ke mobil meninggalkan arena pertempuran yang berjalan tak seimbang.
Aku memanggil – manggil namamu, No. Tapi di mana kau, No?!
Sampai akhirnya, mataku melihat sosokmu yang terjebak di tengah huru hara.
Aku berteriak memanggilmu, No.

Lalu suara dor –dor – dor membuatmu terguling, kameramu pecah. Bajumu memerah. Aku menjerit histeris. Aku bergerak ke arahmu, kemudian menarimu keluar dari huru hara dengan susah payah. Kemudian aku tak ingat apa-apa lagi. Aku merasa keperihan yang sangat di dadaku.
Apakah dor-dor itu juga menyantap dadaku?!

Esoknya, kita diterbangkan ke kota. Engkau sudah tak sadarkan diri kala itu.
“Jika aku pergi. Tolong jaga Rohani dan Imam, Dy.” Ujarmu sebelum tak sadarkan diri.

Jangan tinggalkan aku, No. Sebab… aku akan menangis.

No, kau tahu?! Kini kita telah sampai di kota. Dimana anak-anak dan istri kita menunggu dengan rindu. Bukankah kau rindu pada Rohani dan Imam?! Maka, jangan mati ya, No?!

Aku benci bau obat yang menyengat hidung ini, No. Aku benci harus terbaring lemah di kamar serba putih ini. Aku ingin mengetahui kabarmu hari ini. Apakah kau telah sadar?!

Lantas, ku lihat di luar halaman rumah sakit, Pak Heru, pemred kita dan sahabat-sahabat kita lainnya dengan pakaian hitam – hitam. Ada juga anak dan istrimu yang menangis teriasak – isak.

Aku menangis menyadari itu, No. Aku sahabatmu, No. Mengapa malam itu harus ada pertikaian lagi, hingga merenggut kau dari kami?!

Jika aku pergi. Tolong jaga Rohani dan Imam, Dy.

Aku melepaskan selang-selang yang melilit tubuhku dan memandang sesosok mayat yang terbaring di atas ranjang dorong. Aku tak percaya, bahwa itu kau, No! Engkau belum mati, bukan?! Aku peluk tubuhmu yang telah kaku, kemudian menangis tersedu-sedu.

Aku akan menjaga dan melindungi anak dan istrimu, sobat! Aku janji, No! dan… jangan sangsikan itu, sebab aku adalah sahabat sejatimu. Imam akan kuanggap sebagai anakku sendiri, dan Rohani akan kuanggap dan kuperlakukan seperti saudaraku sendiri.

Kau tahu, No, jika kau bangun, kau akan melihat suasana rumah sakit ini. memang tak ada yang berbeda dengan rumah sakit lainnya, tapi pagi ini hujan menerpa, No. Aku jadi teringat pembincaraan kita di rumah kontrakan itu, No.

Namun aku begitu terkejut, ketika sebuah mobil terparkir dengan manis, kemudian sosok penuh perban turun dari mobil bersama anak -anak dan istriku. Bukankah itu kau, No?! Ya Allah… bagaimana bisa?!
Aku hendak berlari memelukmu dan anak istriku, namun sepoi angin nakal yang menerbangkan sebagaian kain kafan penutup wajah mayat di sampingku membuatku tersentak, seperti tersengat aliran listrik yang dahsyat.

Terlihat sebuah wajah pucat tanpa darah. Aku kenal wajah itu, sebab tiap kali melihat cermin, wajah itu selalu muncul.
Wajahku sendiri….
Benarkah itu aku?!
Kalau itu adalah aku, lantas aku sendiri siapa?!

Ku tatap lagi wajahmu, No. Ada airmata di sana. Ku peluk anak dan istriku, namun aku seperti memeluk angin. Ku peluk kau No, tapi mengapa kaupun menjadi angin?! Ku peluk segala, tapi tak tergapai..

Ada apa dengan semua ini, No?! Mengapa semua menjadi angin??!***

26 Juni 2010

Sabtu, 03 Juli 2010

INI HANYA SEBUAH CINTA YANG LIRIH





Ini hanyalah sebuah cerita nan lirih

Mengalir dari hati – hati kami
Untuk sebuah cinta yang ingin bersuara
Meski hanya secuil
Ijinkan kami persembahkan dengan rasa yang tak biasa

Ini hanyalah sebuah cerita nan lirih
Menggema dalam hati kecil kami
-Atau mungkin hanya bisikan kecil-
Kami bingkai dengan cinta ke tanah syuhada
Rasakan setiap katanya menusuk sukmamu terdalam
Biarkan engkau menangis atau tertawa karenanya
Sebab, meski lirih, cinta ini tetap bernama cinta

Ini hanyalah sebuah cerita nan lirih
Tentang ribuan pengungsi yang menuju perbatasan
Tentang jutaan anak-anak yang membusuk di jalanan
-dengan ribuan peluru menancap di dada
Tentang ratusan ibu – ibu yang menjadi janda dalam sekejap
Tentang kematian yang menyapa tanpa kata
Juga tentang monster – monster yang berubah menjadi iblis dari neraka

Ini hanyalah sebuah cerita yang lirih
Selirih do’a mereka yang bersenandung dalam tangis
; Pernahkah do'amu mengalir dalam sujud?

Bima, Pagi bening, 4 Juli 2010
Membaca kembali naskah SAVE PALESTINA
(aku tergugu…)


Teman - temanku yang baik...
di saat kita tertawa dan masih bisa tersenyum hari ini, ada banyak saudara2 kita yang masih sangat butuh uluran tangan kita di palestina sana

Bagi teman2 yang mempunyai kelebihan rejeki, Salurkan infak anda ke :

Rekening Mer-C untuk Palestina :
BCA cab. Kwitang No. Rek. 686.0153678
BSM cab. Kramat No. Rek. 009.0121.773
a.n. Medical Emergency Rescue Committee

Rekening KISPA untuk Palestina :
Bank Muamalat Indonesia cab.Slipi
No. 311.01856.22 an.Nurdin QQ Kispa

NANTIKAN KEHADIRAN BUKU ANTOLOGI PALESTINA KAMI; TENTANG SEBUAH CINTA YANG LIRIH. INSYAALLAH 100% ROYALTI AKAN MENGALIR UNTUK PERJUANGAN SAUDARA - SAUDARA KITA DI PALESTINA
Inilah daftar isi sementara antologi Cinta ini :

1. Menunggu Adzan – Sakti Wibowo
2. Tentang Sebuah Cinta Yang Lirih – Ifa Avianti
3. Bola Api Yang Bergulir – Chen Chen Muthari
4. Bintang akan Tetap Bercahaya – Akhi Dirman Al-Amin
5. Aku Melihat Surga-Mu – Ali Satria Efendi
6. Senyuman Terakhir - Miyosi Ariefiansyah
7. Detik Kematian – Nisa Salwa
8. Syahid – Budi Santoso
9. Taman Firdaus Yang Hilang - Sahid Salahudin
10. The New Moon In The Jerusalem - Trimanto
11. Dan Langit Pun Bertasbih Di Bumi Palestina – Anne Adzkia
12. Aku, Sabah dan Sama – Nuril Annisa
13. Pengantin – pengantin Al-Quds – Neng Lisojung
14. Hantu Bersayap - Talitha Huriyah
15. Satu Hati Untuk Palestina – Dika Pratama
16. Selamat Datang Cinta – Lia Octavia
17. Mereka Hilang Ditelan Senyap – Teita F
18. Menjemput Rindu – Naqqiyah Syam
19. Epilog Ramalan Bisu – Rh Fitriadi
20. Kotak Amal – Kang Arul
21. Bocah Pengukir Katapel - Faqih Adz-Dzaky
22. Harum Kesturi di Tepian Gaza - Farhan Yusuf Rizza
23. Setangkai Mawar Syurga - Binta Al-Mamba
24 . ....
25. ....

Semoga antologi cinta ini secepatnya terbit agar bisa secepatnya disalurkan ke saudara - saudara kita di Palestina. Amin...
Mohon do'a rekan2 semuanya

Minggu, 20 Juni 2010

PULANG (Cerpen)



Berarak-arak burung-burung kembali ke sarangnya seiring malam pekak yang menyelimuti mayapada. Dinginnya udara yang menusuk tulang semakin membenamkan lelaki itu dalam balutan selimut kusamnya.
Sunyi.

Bulan sabit berlari tak tentu rimba.
Bintang-bintang bersembunyi di balik awan.
Malam semakin sepi. Semakin sunyi. Lelaki itu merasa semakin sendiri. Semakin hampa. Hanya suara jangkrik dan lolongan anjing malam yang mengantarkan lelapnya.

Lelap?

Apakah ia pernah merasakan arti lelap? Arti mimpi?

Tidak! Tidak begitu. Ia tak pernah lelap, sebab kelampauan selalu membayangi ke sudut manapun ia melangkah. Perasaan bersalah, tangisan-tangisan itu, darah yang membanjir membasahi negeri.
Ah.
Sesungguhnya ia tak pernah lelap, sebab kelampauan memaksa mata lelahnya agar selalu terbuka jalang dan setiap saat menguncurkan airmata nyeri membayangkan siksa yang menantinya kelak.
Apakah hukumannya bagi seorang penghianat? Bagi seorang pembunuh? Nerakapun rasanya terlalu VIP. Tapi…, bagaimana bila pembunuhan itu bukan dilakukan tangannya?
Ah.
Telah berapa ratus nyawa saudaranya yang melayang akibatnya? Padahal apa salah mereka?
Lelaki itu memandang langit. Kelam…, seperti hatinya.
“Tidak anakku…,tidak ada kesalahan yang tak terampuni selama kau benar-benar mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf.” Kata Kyai Ahmad, seorang mubaliq terkenal, ketika lelaki itu mengadu.
“Pada siapa saya harus meminta maaf, Kyai…?”
“Tentunya pada Allah yang maha pengampun dan pada orang-orang yang kau sakiti hatinya…”
Lelaki itu memandang langit dengan mata lelah. Kelelahan yang teramat sangat. Dia tahu Allah maha pengampun dan mau memaafkan dang mengampuni salah dan khilaf hamba-hambanya, tapi… bagaimana dengan orang-orang itu? Kemana harus dicarinya? Atau… Apakah mereka masih hidup? Bibirnya bergetar takkala mengucapkan kalimat-kalimat patah…
“Tak mungkin… tak mungkin,Kyai. Dosa saya tak terampuni… Dosa saya tak terampuni…” Sendu ucapan-ucapannya bergulir. Lelaki itu menutup wajahnya dengan kelopak tangannya.
“Mengapa engkau berkata demikian, anakku?!”
“Bagaimana saya bisa meminta maaf pada orang-orang itu, sedangkan…”
Kyai Ahmad memandang Lelaki itu dengan segudang tanda tanya. Lelaki itu menunduk. Airmatanya menguncur tak terbendung. Menitik satu-satu di wajahnya, ketika ia menegadahkan wajah…

“Sayalah provokator itu, Kyai..” Ucapnya. Terbata-bata.
Lagi – Lelaki itu memandang langit. Mencari-cari yang tak tergapai. Hilang. Airmatanya berkejaran di pipinya, membasahi rindunya.
Seandainya waktu bisa diulang, ingin ditarik-tariknya waktu yang beredar. Ingin dibenahinya segala dosa. Tapi… adakah waktu bisa diulang? Hari ini tetaplah hari ini, dan hari esok adalah hari esok jua. Tak berubah… dan tak akan kembali.

Dengan tangan gemetar, lelaki itu menghapus airmata yang mengalir di pipinya. Matanya teramat lelah dan lelah. Berkali-kali dicarinya wajah Allah dan orang-orang itu di langit, tapi tak ada. Hanya burung-burung yang melintasi cakrawala yang ditemuinya.

Hidupnya tambah sepi
Tambah hampa
Malam apalagi
Ia memekik ngeri
Dicekam kesunyian kamarnya.

* * *
Beberapa tahun yang lalu…

Lelaki muda, dengan langkah gamang membimbing perempuan tua. Matanya kabur terpancang dalam muka yang pucat, jauh lebih pucat dari perempuan tua yang kelihatan sakit-sakitan dengan batuk yang menggelegar. Menambah cekung dan tirus wajahnya yang menonjolkan tulang-tulang rahang.
Malang baginya. Malang. Duka-duka itu menerobos hidupnya tanpa ampun. Tanpa permisi.
Setahun yang lalu suaminya meningal tanpa meningalkan pesan atau sekedar warisan untuk kelangsungan hidupnya dan anaknya.

Warisan?!
Warisan macam apa?!
Apakah penderitaan bisa dinamakan warisan?! Apakah utang yang menumpuk bisa dimaknai warisan?! Apakah rumah yang terpaksa dijual bisa dinamakan warisan?! Apakah anaknya yang terpaksa meningalkan bangku kuliah karena tak bisa membayar uang kuliah bisa dinamakan warisan?! Apakah penghinaan dari saudara-saudaranya bisa dinamakan warisan?! Warisan?! Warisan macam apa?
Perempuan itu diusir dan tidak diakui anak oleh kedua orang tuanya, karena keinginan yang kuat untuk masuk Islam. Ditinggalkannya kemewahan dunia untuk menggapai cahaya Illahi, sampai seorang pangeran melamarnya.
Pangeran?!
Lelaki miskin itu?
Tapi wanita itu tak perduli, dan tak menangis sedikitpun. Tak menyesal.
Tapi, saat ini, betapa kuat perasaan itu menindih hatinya. Dia ingin menangis…
Baru saja ia ke rumah sakit, tapi bukan obat yang didapatkannya, melainkan umpatan yang menyakitkan telinga…
“Ini rumah sakit, bukan penampungan orang yang hampir mati!”
Lelaki muda di sampingnya terbakar emosi yang meletup-letup di matanya. Rahangnya mengeras, dihimpit amarah yang memuncak.
“Begini kalian memperlakukan orang yang hampir mati?!” Teriaknya. Kesakitan menjalar ke jantungnya.
“Apa urusannya denganmu?” Suster itu memandang sinis.
“Catat nama saya suster; Bagas!… suatu saat saya akan kembali!”
Suster itu meludah di lantai, seolah jijik!

***
Mendung kelabu memeluk Indonesia. Tajung Priok berdarah, aceh berdarah, Poso berdarah, Surabaya mengamuk, Timur Timor mengamuk, NTB ikut-ikutan mengamuk. Cut Tari menangis, Tagor menangis, Ali menangis, busung lapar mewabah.
Indonesia berdarah…, kemanapun melangkah amis darah tercium membuat perut menjadi mual.
Lelaki itu, Bagas, telah berusaha mencari pinjaman untuk pengobatan ibunya. Tapi siapa yang bisa membantu? Reformasi hanyalah membuat rakyat kecil repot mencari nasi! Semakin tertindas. Ketakutan.

Api harapan menyala dalam hatinya, sekalipun hanya berkedip kecil ibarat lilin di tengah malam buta yang tercekik lambat-lambat oleh gulita, ketika seorang lelaki dengan pakaian licin yang necis – dan tentu saja bermerek—berdiri di hadapannya. Lelaki itu Arman, temanya di fakultas hukum dulu, meskipun Bagas hanya nembus sampai semester empat, menawarkan setumpuk uang…
Api harapan itu semakin kuat menyala. Berkobar-kobar, namun padam pelan-pelan ketika ia iangat Allah. Tapi…. bagaimana dengan ibu?!”

“Tidak sobat… aku adalah seorang putra bangsa sejati. Aku cinta Indonesia. Dan aku tak akan mengotori cintaku, apalagi menjualnya, hanya demi kepentingan perut. Hanya hewan yang melakukan itu,sobat!”

Arman tertawa kecil, tanpa sedikitpun merasa tersinggung.”Apa yang kau dapat dengan cinta itu, Gas?! Apa?! Sadar,Gas! Apa yang diberikan Indonesia untukmu? Cacian? Makian? … ayolah, kawan, bergabunglah dengan kami. Tak akan ada lagi yang menghinamu. Ibumu akan sembuh. Kalian akan hidup bahagia. Kamu bisa melakukan apapun yang kau mau, bisa membeli apapun yang ingin kau beli.dan satu lagi…, meskipun aku berkerja seperti ini, aku masih punya cinta pada negeri ini. Aku bantu orang-orang miskin, aku peluk anak-anak yatim, aku…”

“Diam! Diamlah! Anjing sepertimu tak tahu cara mencintai. Engkau hanya bisa menggonggong, menjilat, dan sesekali menggigit. Aku tahu orang seperti apa kamu ini!”

“Jadi engkau tak tertarik?!” Arman memainkan lembar-lembar rupiah di tangannya.
Bagas meludah, kemudian pergi. Mengumpat-ngumpat. Arman memandangnya dengan dongkol.
Tapi keesokah harinya, dengan bantuan kartu nama luks yang diselipkan Arman di kantung bajunya, bagas muncul di depan rumah Arman. Untunglah ia disambut langsung oleh Arman, bukan anjingnya!

“Ada apa, sobat?” Katanya, menyapa.
“Demi ibu,… aku akan menjadi penghianat!”
Arman tertawa, memeluk Bagas. Bagaspun ikut tertawa… diantara airmata yang meluncur di pipinya.

***

Luka semakin menganga. Perih. Indonesia semakin tenggelam dalam lautan airmata anak bangsa, berbaur darah yang tak kunjung mengering.

Nyawa-nyawa melayang sia-sia. Pertikaian semakin berkobar. Rakyat jelata semakin menderita. Aceh semakin parah, Ambon semakin parah, NTB sudah mulai tenang, namun kekacauan lain menjelma berjuta. Timor-imur telah membentuk negara sendiri. Indonesia semakin berduka, Tagor berduka,Ali berduka, Bocah-bocah kurus meningal kekurangan makanan. Indonesia semakin berduka, semakin muram.

Bagas tertawa sumbang. Gedung megah telah ditempatinya, rumah sakit yang dulu mengusirnya telah dibakar, ibunya dimasukkan ke rumah sakit terkenal.

Apa yang tak bisa dibelinya kini?

Anak-anak yatim dibantunya, orang-orang jompo ditolongnya, fakir miskin ditengoknya.
Tapi… mengapa galau itu bertubi-tubi menyerangnya?

Di merasa seperti binatang, seperti hewan. Seperti seekor musang hina yang memakai bulu domba.
Di luar negeri dia rusak nama Indonesia, dia jual nama Indonesia. Dia sulut permusuhan antara satu partai dengan partai lainnya, antara satu daerah dengan daerah lainnya, antara agama dengan agama, antara penduduk asli dengan pendatang.

Apakah semua dosa itu terhapus dengan menyantuni kaum duafa?

Majelis taklim didatanginya. Ceramah-ceramah agama didebgarkannya. Dan semua selalu berakhir di ujung sesal. Sesal yang dalam.

Seandainya bisa memilih… ia ingin seperti dulu ; miskin tapi beriman. Tapi bagaiman dengan ibu? Bukankah ini semua demi ibu? Apakah ibu senang?… sakitnya tak kunjung sembuh…
Handphone kecil di sakunya berbunyi…,

“Ya.. halo… betul, saya Bagas. Apa?! Terbakar? Ibu… ibu… bagaimana dengan ibu saya?… ya… ya… ya… saya segera ke sana…”

Bagas panik, baru saja dia mendapat kabar, bahwa rumah sakit tempat ibunya dirawat , terbakar akibat amuk massa yang tak terkontrol.
Ah.
Inikah hukuman Allah itu?

***

Langkahnya goyah… berjalan sendiri… ada kepiluan yang tergores di mata lelahnya. Rumah sakit itu telah berubah menjadi puing-puing pecah hanya dalam hitungan kejapan mata. Tapi… dimana ibu? Dimana ibu? Dimana? Apalah artinya hidup ini tanpa orang yang dikasihaninya itu? Tanpa ibu!
Lelaki itu mencakar-cakar abu yang masih panas. Tanganya melepuh. Tapi seakan tak perduli, lelaki itu terus mencakar, terus mencari. Airmata berkejaran di pipinya.

“Ibu… dimana ibu… dimana ibu…. Ibu! Iiiiiiiibbbbbuuu!” teriaknya. Membelah langit. Berulang-ulang.
Di ujung lelahnya, lelaki itu tersungkur. Memekik ia berdiri, kemudian tertwa dan terus trtawa, berlari-lari tanpa arah dan terus berlari.

Sampai anak-anak kecil melemparnya dengan kerikil, samapai orang-orang meludahi dengan jijik mukanya yang penuh luka. Dia terus berlari, terus tertawa.
Hanya satu yang membuatnya berhenti dan menangis… suara muazin yang menggema dan ayat-ayat suci yang nirmala mendengung menembus malam.

Cahaya dari tiap sudut .Mendekat jua.
Dalam ketakutan menanti
Ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk,
Siapa memangil itu ?
Ah,
Lemah lesu ia tersedu ; Ibu! Ibu!
***
Dorowila, Mei 2001
Keterangan:
Syair adalah puisi ‘Sendiri’-nya Khairil anwar.

Ini termasuk dalam cerpen2 pertama yang aku tulis semasa SMA. Aku edit ulang tahun 2001 dan alhamdulillah dibukukan dalam kumpulan cerpen pertamaku, "Negeri Air Mata"

Sabtu, 19 Juni 2010

BELAJAR DARI ANAK - ANAK KORBAN PERANG (TURTLES CAN FLY)


Penulis dan Sutradara :
Bhaman Ghobadi

Pemeran :
Agrin : Avaz Latif
Satellite : Soran Ebrahim
Hengov : Hiresh Feysal Rahman
Rega : Abdol Rahman Karim
Pasheo : Sadaam Hossein Feysal
Hangao : Hiresh Feysal Rahman
Shirko : Ajil Zibari




Sebelumnya, di status saya, terjadi perbincangan yang serius dengan mbak Qonita Musa (penulis senior) yang sebelumnya hanya saya jumpai lewat karya2nya yag dimuat di berbagai majalah ibukota. (Alhamdulilah lewat FB bisa bertemu dengannya). Dalam komen2 singkat itulah, Mbak Qoni menyarankan saya untuk menonton Turtles Can Fly.

Karena rasa penasaran yang dalam. Apalagi saya sgt menyukai film2 bermutu, Saya menjelajahi pasar mencari VCD film ini, tapi apa boleh buat, di setiap toko VCD tak satupun saya jumpai film ini. Maka pilihan terakhir yang saya tempuh, mendownload di Youtube :). Alhamdulillah, dlm waktu hampir 14 jam (soalnya saya pake modem Flexy CDMA yang kadang sinyalnya buruk), film inipun berhasil didownload. Alhamdulillah...

TURTLES CAN FLY merupakan film pertama tentang perang di Iraq masa Invasi Amerika dibawah Presiden George W. Bush. Bolehlah dibilang saya adalah pecinta film-film Iran, sebab saya menyukai film-film yang natural dan bermuatan filosofi. Dan seperti film Iran lainnya 'Turtles Can Fly' juga menyajikan pengajaran kehidupan secara folosofis tanpa ada kesan menggurui penontonnya. Nah ini yang jarang sekali saya dapat dari film nasional kita, apalagi sinetron.

Film ini memakai alur maju mundur. Dimulai dengan adegan gadis kecil menjatuhkan diri dari sebuah tebing yang curam, film ini bercerita dengan latar belakang sebuah desa 'Iraqi Kurdistan' di perbatasan Iran dan Turkey. Penduduk desa yang dalam suasana perang lebih mementingkan berita ketimbang sajian hiburan di TV. Untuk itulah semua penduduk desa berusaha memasang antena yang paling kuat menangkap gelombang siaran berita di televisi.

Dengan setting tahun 2003 dibawah invasi Amerika, film ini menggambarkan terobsesinya orang-orang dengan berita Internasional yang didapat dari Satelit untuk mendapatkan informasi rencana Amerika kedepan dalam 'menyelamatkan' Iraq.

Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun atau tepatnya leader bagi sekumpulan anak-anak yatim-piatu di camp pengungsi, ia dipanggil dengan nama 'Satellite' karena terbiasa menerima job pemasangan antena TV, sekaligus menjadi 'translater berita' bagi penduduk desa disana. Kemudian Satellite juga menerima job pembersihan 'ranjau darat' di daerah itu. Satellite merasa terganggu dengan kehadiran seorang anak laki-laki cacat, kedua tangannya putus, yang juga menerima job pembersihan ranjau yang belum menjadi 'anggota serikat pekerja anak-anak' dibawah pimpinan Satellite. Anak cacat itu bernama Henkov yang juga adalah korban ranjau darat, sehingga kedua tangannya putus. Meski cacat Henkov rupanya ahli sekali menjinakkan ranjau.

Henkov dimata orang lain mempunyai 2 orang adik, yang perempuan Agrin dan adik laki-laki yang masih berumur 1 tahun lebih, Rega. Kemanapun, mereka selalu bertiga. Dan si kecil Rega selalu dalam gendongan Agrin, sesekali digendong oleh Henkov yang meski 'tanpa tangan' namun cukup cekatan menggendong si kecil.

Agrin gadis kecil mungkin umurnya baru 12 tahun, yang terjebak oleh ganasnya perang, kedua orang tuanya terbunuh akibat perang saudara di Iraq, dalam saat yang bersamaan ia mengalami tragedi yang lain, diperkosa beramai-ramai oleh tentara, sehingga pada usia yang sangat muda ia mempunyai anak. Oleh pengungsi lain anak dalam gendongannya itu dikira adiknya. Kehidupan serba sulit, mengungsi dengan anak dan saudara laki-laki yang cacat. Sudah berkali-kali Agrin mencoba bunuh diri karena tidak mampu menahan beban berat hidup. Namun setiap kali dia ingat kakaknya Henkov yang cacat, ia berpikir mampukah ia merawat rega anaknya? Dan ia mengurungkan niat itu. Adegan ketiga anak kecil itu kerap memancing rasa haru.

Agrin yang kehilangan masa kanak-kanak menjadi pembenci anaknya sendiri. Hidupnya diisi dengan kemurungan dan putus asa. Suasana kontradiksi, disaat masyarakat Kurdi memulai lembar baru dan menyambut jatuhnya Saddam, dengan suka-ria mendapatkan souvenir potongan patung-Saddam di ibukota yang dijatuhkan tentara Amerika. Agrin membunuh anaknya dan kemudian ia bunuh diri, dengan menjatuhkan dirinya ke jurang yang dalam. Adegan ini menyentak sekali, membuat para penonton tidak tahan dengan tragedi kematian keduanya yang ditampilkan. Akhir kisah itu sungguh mendendangkan nyanyian yang paling memilukan dan menyayat hati.

Berkali - kali saya menutup mulut saya ketika sampai pada adegan - adegan yang begitu menguras air mata; ketika Agrin diperkosa, ketika Agrin membunuh anaknya yang buta dengan menenggelamkannya ke sebuah danau, atau ketika satelit terkena ranjau ketika membantu anak Agrin.

Beberapa adegan begitu menancap dalam ingatan saya.
Sungguh! Menonton film ini membuat kita semakin merasakan betapa perang menimbulkan traumatik yang sangat dalam, terutama bagi anak-anak. Lantas dimanakah kita menempatkan diri?!

Jangan hanya jadi penonton! Mereka butuh do'a kita! Ada banyak Agrin - Agrin lain yang butuh do'a agar semakin kuat. Agrin - Agrin itu memenuhi bumi Palestina, Bosnia Herzegovina dan berbagai manusia lainnya yang sungguh tak bisa kita lupakan begitu saja. Mereka hanyalah anak kecil, yang 'terjebak' dalam sebuah perang yang membumi hanguskan masa kecil mereka!

Tonton film ini. Dan rasakan dadamu bergetar hebat dan kadang tertawa menyaksikan lelucon yang kanak - kanak, persahabatan sejati dan rasa dendam Agrin yang berdarah - darah... pada masa lalunya!

Salam...



2.32 Am
17 Juni 2010

yang mau download versi penuh, ini linknya
http://video.google.com/videoplay?docid=7835721714320049336#

Minggu, 13 Juni 2010

15 BESAR... SELAMATTTTTT...!!!


Selamat kepada 15 Besar Lomba kisah inspiratif www.anazkia.blogspot.com
Selamat juga untuk ke-89 peserta!
Kalian hebat!!!!

Jumat, 11 Juni 2010

Sebab Cinta Tak Harus Berkata (My Novel)


DIRMAN MELUKIS CINTA
Oleh : Emzy Azzam
(Penulis adalah PSDM FLP NTB, cerpenis)


Judul : Sebab Cinta Tak Harus Berkata
Genre : Novel literatur
Penulis : Akhi Dirman Al-Amin
Penerbit : Genta Press, Yogyakarta, 2008
Tebal : 140 Halaman, 12 x 19 cm
Harga : 23.000

Apa yang akan pembaca bayangkan dari cerita Wadu Ntanda Rahi? Saya yakin jawaban anda tidak akan jauh dari kesetiaan cinta yang begitu mengagumkan dari seorang istri. Cinta dan kesetiaan Nggini yang begitu besar pada Nggusu benar – benar teraktualisasi secara nyata sampai – sampai dia rela menjadi batu untuk menunggu Nggusu yang merantau ke Gowa. Kesetiaan yang sama akan anda dapatkan dari La Hawa dalam novel Sebab Cinta Tak Harus Berkata karya Akhi Dirman Al – Amin. Penulis yang lahir dan besar di Bima dengan jam terbang cukup tinggi ini, benar – benar menuangkan segala hal yang ditangkap oleh mata dan hatinya tentang Bima dalam novel ini. Kalau anda penikmat novel Ayat – Ayat Cinta dan menemukan Mesir yang sebenarnya dalam novel itu. Bukan merupakan hal yang aneh karena memang penulisnya pernah begitu akrab dengan Mesir. Begitu juga dengan novel ini anda akan benar – benar melihat Bima tempo doeloe di dalam lembar demi lembarnya. Wanita – wanita Bima dengan rimpu mpida-nya, gadis – gadis yang ‘hidup’ di jompa untuk melindunginya dari kenakalan mata pria, sore yang tiada pernah lepas dari suara – suara mengaji anak – anak di surau dan masjid.

Apa yang akan anda dapatkan dari membaca novel setebal 140 halaman ini? Selain penggambaran Bima yang begitu nyata, jalinan kisah yang begitu indah dan mengharukan, ini merupakan salah satu kelebihan Akhi Dirman dalam tiap novel dan cerpennya yang juga diakui oleh beberapa pengarang ternama seperti Ahmad Tohari, Helvy Tiana Rosa dan Pipiet Senja, benar – benar akan menghanyutkan kita ketika akan merasakan kepedihan hati La Hawa yang demi cintanya kepada La Hami diusir oleh Ama-nya. Seolah belum cukup Hawa masih harus dengan rela melepaskan La Hami suaminya untuk merantau ke Gowa demi masa depan anak yang sedang dikandungnya. Benar – benar berat penderitaan La Hawa sampai anaknya lahir dan menginjak usia remaja sekalipun dia tidak pernah merasakan kehangatan keluarga yang lengkap karena La Hami tidak pernah pulang setelah itu. Pun ketika demi memenuhi harapan anaknya melihat wajah laki – laki yang menitiskan darah dalam tubuhnya, dia harus merelakan anaknya ke Gowa untuk hal itu. Yang untuk itu pula Hawa harus membayar mahal karena sekali lagi untuk kesekian kalinya dia harus mengalami kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya. Keharuan demikian kuat mengalir dalam novel ini.

Dan yang paling mengagumkan dari semua itu adalah seluruh jalinan cerita dibingkai dengan indah lewat tutur yang begitu puitis. Keindahan kata – kata dan jalinan cerita yang mengalir begitu lancar menjadi daya tarik yang begitu memikat dari novel ini, khas Dirman. Anda tidak hanya akan terpana dengan alur kisah yang demikian menyentuh, tapi juga lewat narasi – narasi yang padat dan puitis. Kepiawaian Dirman dalam menyusun kalimat demi kalimat dalam novel ini patut diacungin jempol. Perhatikanlah salah satu narasi dalam novel ini,

Ia tertawa sendiri dan menunjuk bintang yang dirasanya paling terang. Di sana, ia seolah melihat Umar. Melihat Hami. Melihat Ama-nya yang dengan mata merah memahat benci. Melihat mata Ina yang basah, menangisi perpisahan yang begitu perihkan dada. Melihat masa – masa remaja yang begitu ingin diulanginya kembali. Melihat Ali dan Mida yang tersenyum tulus kepadanya. Melihat Abah, tuan guru Abdullah, yang mengajarinya kehidupan dengan cinta. Melihat api yang menjilat langit. Melihat beberapa orang bermain gantao dengan suara gendang dan alat – alat musik lainnya yang bersenandung hingar. (hal 15)

Seperti apakah cinta? Apakah rasanya cinta? Maniskah? Asin? Atau… pahit? Seperti apakah parasnya? Apakah seperti matahari yang kemilaunya membuat mata silau? Apakah seperti angin yang membelai dengan kesejukan yang nyalang? Apakah seperti bintang yang sinarnya terangi gulita?. Jika ada yang bertanya padamu tentang cinta, Tak perlu bingung! Jawablah dengan apa saja. Sebab cinta adalah matahari. Adalah angin. Adalah bintang. Adalah segala. Semua ada karena cinta; Aku, kau, mereka, kita. (Hal 35)

Saya sempat bingung tapi pada akhirnya sedikit kagum dengan daya kreatifitas pengarang mengenalkan tokoh La Hami dengan La Hawa dalam novel ini. Penceritaan dari sudut pandang orang ketiga sejak awal novel tiba – tiba berubah menjadi penceritaan dari sudut pandang orang pertama ketika masuk bab pengenalan dua tokoh sentral novel ini. Dan dengan hal itu pengarang berhasil membuat pembaca mengenal La Hami dan La Hawa dengan sangat baik karena memang kita akan mendengarkan langsung dari mulut mereka. Benar – benar jenius kalau dalam pandangan saya.
Ibarat pepatah tiada gading yang tidak retak, sayapun menemukan beberapa titik ‘cacat’ yang ‘menodai’ kedahsyatan novel ini. Sedikit kemiripan kisah dalam beberapa fragmen dari novel ini dengan legenda Wadu Ntanda Rahi menjadi catatan pertama saya. Entah saya harus menyebut ini sebagai kekurangan atau kelebihan. Bagaimanapun Watu Ntanda Rahi adalah legenda yang begitu melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Bima. Ketika ada satu karya yang terinspirasi dari suatu karya yang begitu fenomenal, walaupun itu cuma dalam bagian yang begitu kecil, tetap saja orang akan mengaitkan dengannya. Cara penyampaian yang berbeda bisa dikatakan telah sedikit menyelamatkan novel ini dari hal tersebut.

Sebagai penutup, bagaimanapun juga terlepas dari kelebihan dan kekurangan novel ini, kita sebagai dou Mbojo harus berbangga hati karena telah lahir lagi seorang anak Bima yang lewat kekreatifannya telah berhasil membuat Bima dikenal oleh sastrawan kaliber nasional maupun internasional setelah sebelumnya beberapa dari putra kebanggaan dana Mbojo telah membuka jalan ke arah itu.

Bravo Akhi Dirman Al – Amin, lewat goresan penamu tetaplah menjadi cahaya yang membuka mata dunia akan dana Mbojo yang kita cintai.
***
Inilah beberapa pujian / endorsment untuk novel ini :

Ini novel yang memukau. Akhi Dirman mampu menggali latar etnik Bima dengan bagus dan lembut.
(Ahmad Tohari, Sastrawan)

Dirman menulis novelnya dengan bahasa yang indah, jernih dan puitik. Semoga maju jaya dan menjadi penulis produktif dan bermutu.
(Puan. Siti Aisah Murad, sastrawan, Jabatan DPB Kuala Lumpur, Malaysia)

Dirman adalah semangat. Dan buku ini mencerminkan semangat yang bergolak dalam dirinya untuk selalu menegakkan pena. Warna lokal yang diusungnya semakin memperkuat semangat itu. Karya yang menarik dan akan menginspirasi pembacanya.
(Rahmadiyati Rusdi, CEO LPPH)

Novel yang mengupas tentang dukalara perempuan telah banyak. Tapi Dirman membesutnya dengan konflik adat daerah. Bagus dan menawan!
(Pipiet Senja, Novelis, Tinggal di Depok, Jawa Barat)

Moga kekal mencintai ilmu dan terus intim dengan buku. Teruslah perjuangan menegakkan KALIMATULLAH, Dirman!
(Zaid Akhtar, Novelis Malaysia)

Saya pertama kali bertemu Dirman di acara MASTERA. Saat itu, saya mengenal sosok Dirman sebagai penulis yang masih muda, berbakat dan kreatif. Semakin saya mengenalnya, saya semakin merasakan ‘sesuatu’ dalam dirinya. Sebuah kreativitas yang luar biasa besar. Saya bekata dalam hati saya; anak muda ini luar biasa!
(Sulaiman Tripa, Novelis Aceh)

Akhi Dirman, anugerah tak ternilai kebanggan FLP NTB. Semoga novel yang sangat menyentuh ini menjadi satu babak yang indah dari rentetan dakwah lewat pena berikutnya. Terus ekspos Bima tercinta dalam karya...
(Emzi Azzam, Divisi PSDM FLP NTB)

Dirman, lu keren banget! Novel lu menyentuh dan bikin gue terharu banget! Yang lebih keren, lu mampu menulis novel lu dalam bentuk skenario film, memproduksi dengan biaya sendiri, menciptakan dan menyanyikan lagu soundtrack, juga.... menjadi pemain! Gue kagum ma lu, Fren! Keren...!!!
(Fauzy, direktur FOSSCOM Multimedia)

Senin, 07 Juni 2010

ALHAMDULILLAH JUARA UMUM WSC AKU BISA!


ANTARA SAYA DAN HTR
(ARTI SEBUAH KEMENANGAN)


Saya pertama kali bertemu helvy Tiana Rosa (HTR) waktu saya SMA. Pertemuan yang indah di majalah sastra Horison.

Saat itu, dengan mata yang api dan semangat membara, dia kisahkan tentang Inong, yang terperangkap dalam 'Jaring - jaring Merah' hingga kulitnya melepuh dan berdarah.

Saya sungguh terpaku! Helvy membawa saya ke jaring yang sama. Memerangkapkan saya dalam luka yang sama. Kulit sayapun ikut melepuh ketika jaring2 itu bergerak. darah saya ikut mendidih.

Begitulah Helvy di dunia buku. Selalu menyisakan 'sesuatu'!

Apalagi, ketika dia 'mengutus' Mas gagah bertamu ke rumah saya. Menyalakan cahaya hati saya yang lama padam. Merenungi jalan - jalan panjang yang saya lewati dalam kehidupan saya.

Sampai akhirnya, di sebuah acara di Yogya, saya betul - betul bertemu dengannya. Seperti seorang artis dalam jumpa fans dengan penggemarnya yang saya tonton di televisi. Dia menghampiri saya. Memberikan surprise. Helvy Tiana Rosa membawakan saya makanan kecil dan juga segelas air minum.

Itu adalah pertama kali saya bertemu dengannya. Dan ia telah mengajarkan pelajar pertama untuk saya; Dirman..., jika kau telah ‘besar’, janganlah tinggi hati. Tetaplah mencintai dan rendah hati pada orang – orang sekitarmu. Hehehe...
Saya seolah dihipnotis.

Saya lebih terhipnotis lagi, ketika pada hari ini, AKU BISA! memberikan penghargaan untuk tulisan saya tentang HTR. Alhamdulillah, untuk ketiga kalinya, tulisan saya tentang HTR meraih penghargaan. 2008, 2009 dan 2010 ini. Tiga tahun berturut-turut.

Maka, saya mengganggap kemenangan ini adalah sebuah cinta yang menyala. kemenangan inspirasi yang tak akan mati. kemenangan sebuah ketulusan hati.

masih akan jawab sama jika ada yang bertanya; bagaimana rasanya menang?
saya kutip hasil wawancara saya dengan www.mudataqwa.com beberapa hari yang lalu

Masuk 20 besar, atau apapun bagi saya sebenarnya bukanlah hal yang utama. Yang lebih penting dan selalu saya tanyakan pada diri saya sendiri ketika menyelesaikan setiap tulisan, apakah tulisan saya ‘memberikan sesuatu’ atau hanya sekedar ‘kata-kata indah tanpa makna?’. Saya sadar sekali, ada tanggung jawab besar ketika kita menyampaikan suatu pemikiran lewat tulisan, karena berbeda dengan bahasa lisan, tulisan kita akan abadi. Jadi, bagi saya, kemenangan itu hanyalah bonus spesial untuk saya


Alhamdulillah.... Allah memang punya banyak rahasia dan keajaiban yang satu per satu menyapa kita. Dengan sungguh ajaib. laptop saya sedang rusak berat saat ini, Dia menggantikannya dengan laptop baru dan sebuah kemenangan yang indah :)

INI PENGUMUMAN LENGKAP AKU BISA!

Setelah kompetisi WSC Inspirational berlangsung selama kurang lebih 1 bulan, kami telah mendapatkan pemenang dari The Most Favorite Notes dan The Most Inspiring Notes. Jumlah artikel yang terkumpul adalah sebanyak 403 artikel dengan jumlah peserta sebanyak 346 Peserta.

Karena tingginya antusias dan banyaknya peserta Words Share Contest Inspirational Public Figure, kami memutuskan untuk memberikan hadiah tambahan berupa BlackBerry Gemini 8520 untuk The Most Inspiring Notes (Penilaian Kualitatif). Dengan demikian Total Pemenang The Most Inspiring Notes kami tambahkan menjadi 3 pemenang.

Berikut ini adalah nama-nama pemenang WSC Inspirational Public Figure:

PENILAIAN KUANTITATIF


The Most Favorite Notes:

• Juara I
Nama : Andreas Budi Purwanto Wijaya
Nama Akun Facebook : Andreas Wijaya
Judul tulisan: The Wrights brothers
Comment : 724
Likes = 756

Hadiah: BlackBerry Gemini 8520

• Juara II
Nama : Nella Nurfitriana Sari
Nama Akun Facebook: Neko Tama Chan
Judul tulisan: Amelia Earhart
Comment = 643
Like = 634

Hadiah: HSDPA Modem Wireless Huawei E176

PENILAIAN KUALITATIF


The Most Inspiring Notes:

• Juara I
Nama : Akhi dirman al – amin
Nama Akun Facebook : Akhi Dirman al - amin
Judul tulisan: Helvy Tiana Rosa
Total Nilai: 800
Hadiah: Netbook Elevo

• Juara II
Nama : Tivani Oscar
Nama Akun Facebook : Tivani Oscar
Judul tulisan: Thomas Alva Edison
Total Nilai: 780

Hadiah: BlackBerry Gemini 8520 (*Hadiah tambahan)
• Juara III
Nama : Claudia Sandy Christianti
Nama Akun Facebook : Claudia Clara Sandy Christianti
Judul tulisan: Bunda Theresa
Total Nilai: 770

Hadiah: HSDPA Modem Wireless Huawei E176



Kami mengucapkan Selamat kepada para pemenang yang namanya tercantum diatas, dan kami juga ucapkan terimakasih kepada para peserta lainnya yang telah mengikuti kompetisi ini. Semoga dengan adanya kompetisi ini, semakin banyak orang yang termotivasi dan mendapatkan pengetahuan yang baru dari tokoh-tokoh yang ditulis.


Salam Aku Bisa!


If you want to be successful, find someone who has achieved the results you want and copy what they do and you’ll achieve the same results.

- Tony Robbins


NB:

• Keputusan dewan juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
• Para pemenang akan dihubungi langsung via telepon oleh admin AKU BISA paling lambat 1 minggu setelah pengumuman pemenang.

Minggu, 06 Juni 2010

SAYA DI WWW.MUDATAKWA.COM


Beberapa waktu yang lalu, tiba - tiba seorang sahabat di FB mewawancarai saya. saya baru tau akhirnya, kalo dia ternyata pengurus salah satu website online.
Akhirnya, meski berbincang lewat online, mengalirkan wawancara jarak jauh. Doooo...
So, Yang ingin tau, bagaimana proses kreatif saya dalam menulis dan berbagi inspirasi, silahkan klik tautan ini ya...

Sabtu, 05 Juni 2010

20 Nominasi Pemenang Penilaian Kualitatif Words Share Contest Inspirational Public Figure


Alhamdulillah. Dapat kabar gembira dari group yag saya ikuti di facebook; AKU BISA!
beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti kontes tentang orang2 yang menginspirasi hidup kita. saya menulis tentang Helvy Tiana Rosa dan Thomas Alfa Edison. Alhamdulillah... tulisan saya tentang Helvy Tiana Rosa melenggang ke 20 besar. InsyaAllah pemenag dari lomba ini akan mendapat hadiah sebuha laptop dan akan diumumkan tanggal 7 nanti. doakan moga saya menang. kontes ini diikuti oleh hampir 500 peserta dari Indonesia maupun luar negeri. ini dia pengumuman lengkapnya


20 Nominasi Pemenang Penilaian Kualitatif Words Share Contest Inspirational Public Figure


Setelah melalui perundingan yang panjang.. Akhirnya juri WSC sudah mendapatkan 20 Nominasi Words Share Contest Inspirational Public Figure..

Siapa saja mereka??

Berikut ini kami tampilkan nama-nama 20 Nominasi Pemenang WSC Inspirational Public Figure(disusun berdasarkan abjad dan bukan berdasarkan urutan penilaian)


1. Akhi Dirman Al - Amin - Helvy Tiana Rosa
2. Cindy Wijaya - Nicholas James Vujicic
3. Claudia Clara Sandy Christianti - Bunda Theresa
4. Den Bagoes - Kh. Abdurrahman Wahid
5. Diah Utami Lestari - Eko Ramaditya Adikara
6. Dior Bintang - Budi Suhardi
7. Frencia Ursuline - Bill Gates
8. Istiawan Ismail - Mahmud S.Pd
9. Karina Adistia - Donald John Trump
10. Lia Zuhriansyah - Jenderal Sudirman
11. Megatala Hari Moekti - Butet Manurung
12. Puji Hastuti - Hellen Keller
13. Qonita Musa - Victor Frankl
14. Sukimah Yono - He Ah Lee
15. Randi Eka Yonida - Rosiana Silalahi
16. Randie A Ramlie - Mahatma Gandhi
17. Rudy Dwi Kurniawan - Oprah Winfrey
18. Tivani Oscar - Thomas Alfa Edison
19. Viona Patricia - Budhi Dharmo
20. Yanuar Ridho - Mahmud Ahmadinejad

ini dia naskahku yang lolos



WSC Inspirational Public Figure: Helvy Tiana Rosa (Akhi Dirman Al-Amin)

Words Share Contest Inspirational Public Figure

Pengirim: Akhi Dirman Al-Amin


Matahari tak pernah berjanji

Untuk menyapa pagimu
Dan meninggalkan kau dalam suram senja
Hanya abdi tulus
Tanpa harap setitik balas
Sebab matahari tak pernah ingkar
Akan suci takdir

(Janji Matahari – Akhi Dirman Al-Amin)

***


Apakah yang saya tahu tentang Helvy?!


Dulu, ketika pertama kali ‘berkenalan’ dengan Annida, membaca tulisan – tulisannya adalah sebuah energi tersendiri bagi saya. Saya seolah musafir yang menemukan oase di tengah padang tandus.

Karena itulah, saya selalu ‘memburu’ buku-bukunya dan membayangkan, bahwa suatu saat, sayapun akan bisa menulis sebagus itu, sebagai jalan dakwah saya.

Helvy Tiana Rosa adalah penulis wanita Indonesia kelahiran Medan, 2 April 1970. Dia merupakan pendiri dan Ketua Umum Forum Lingkar Pena/FLP (1997/2005). Berangkat dari forum kepenulisan inilah pamornya di kancah sastra semakin bertambah dan merambah ke berbagai pelosok bumi pertiwi juga di berbagai mancanegara. Karena kegiatan ini The Straits Times dan Koran Tempo menyebutnya sebagai Lokomotif Penulis Muda Indonesia (2003). Bersama teman-temannya di FLP, ia mendirikan dan mengelolah Rumah Cahaya (Rumah BaCA HAsilkan KarYA) yang tersebar di berbagai kota di indonesia. Ia juga merupakan mantan Redaktur dan Pemimpin Redaksi Majalah Annida (1991-2001) serta mendirikan Teater Bening, sebuah teater kampus di FSUI yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Istri Tomi Satryatomo serta Ibu Abdurrahman Faiz dan Nadya Paramitha ini termasuk anggota Mejelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) dan kini dipercayai sebagai Wakil Ketua Persatuan Sastrawan Muslim Sedunia (The International Legue of Islamic Literature) untuk Wilayah Indonesia.

Dalam kegiatan kepenulisan, Helvy Tiana Rosa sering diundang dalam berbagai forum sastra dan budaya di dalam dan luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Hong Kong, Jepang, Mesir hingga Amerika Serikat.

Dan Menurut survey Metro TV 2009, ia merupakan salah satu dari 10 Perempuan Penulis paling terkenal dan merupakan satu dari 15 Tokoh Muslim Indonesia yang terpilih sebagai 500 Muslim Paling Berpengaruh di dunia (Hasil penelitian The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan, bekerjasama dengan Georgetown University,2009). Helvy Tiana Rosa (atau yang biasa dipanggil Mbak Helvy atau HTR) telah menulis lebih kurang 40-an buku yang tidak hanya diminati di negeri sendiri, namun juga beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa di antaranya, Inggris, Arab, Jepang, Swedia, Jerman dan Prancis.

Ia pernah memenangkan berbagai perlombaan menulis tingkat nasional, termasuk sebuah lomba essay berhadiah Rp. 100 juta (2007). Namun menurutnya, yang paling berkesan adalah ketika puisinya ‘Fisabilillah” menjadi juara lomba Cipta Puisi Yayasan Iqra, tingkat Nasional (1992), dengan HB Jassin sebagai ketua Dewan Juri. “Jaring – jaring Merah” terpilih menjadi salah satu cerpen terbaik Majalah Sastra Horison dalam satu dekade (1990-2000). Lelaki Kabut dan Boneka mendapat Pena Award sebagai kumpulan Cerpen terpuji, terakhir BUKAVU menjadi salah satu nominasi di ajang Khatulistiwa Literary Award.

Abdurrahman Faiz, putranya, adalah penulis muda yang cukup potensial yang dimiliki Indonesia dengan berbagai prestasi dan karya yang luar biasa. Sedari kecil (8 tahun), Faiz telah menulis buku kumpulan puisi yang diakui kualitasnya oleh sastrawan Indonesia sekaliber Taufik Ismail. Juga meraih penghargaan di beberapa ajang buku bergengsi di tanah air. Tentu saja ini tak lepas dari pengaruh Helvy Tiana Rosa dalam mendidik anak-anaknya.

Helvy memiliki ketertarikan luar biasa menulis tentang tragedi – tragedi kemanusiaan, bahkan tak jarang tulisannya membutuhkan ancang – ancang penelitian.

Dalam bukunya Segenggam Gumam (Asy Syaamil, 2003) Helvy bertutur bahwa dua tema yang mewarnai hampir semua tulisannya adalah tema kecintaan pada Illahi dan perjuangan kaum tertindas.

Mengapa?!

”Bagi saya, menulis adalah refleksi dari amar makruf nahi mungkar. Dalam hal ini saya berusaha mengajak pembaca merenungi kembali hakikat diri sebagai hamba Illahi. Selain itu, saya ingin menginformasikan sekaligus menggungah kepedulian pembaca tentang pelanggaran hak – hak asasi manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia khususnya.”


Apakah yang saya ingat tentang Helvy?


Saya teringat ketika pertama kali Helvy menulis kata. Berbagai penerbit menolak karyanya, karena Sastra Islami yang diusungnya dianggap sebagai produk yang kurang laku di pasaran.

Namun sejarah memang selalu membuktikan, bahwa perjuangan tanpa henti dan keyakinan berjalan di jalan kebenaran adalah sebuah tekad yang tak layak untuk mati muda! Bahkan sebuah kumpulan cerpennya yang dimuat di berbagai majalah diplagiat habis – habisan oleh Ahmad Faris Muda, M.A (kini doktor dan dosen di Universitas Malaya, Malaysia). Apakah semua itu membuat Helvy jatuh dalam jurang keputus asaan? Kita bisa melihatnya bukan?!

Kegigihan mengkampanyekan sastra yang menginspirasi adalah satu hal positif yang juga bisa diteladani dari seorang Helvy dan juga barisan penulis muda Forum Lingkar Pena yang didirikannya. Tentu saja, sastra sangat berpengaruh dalam membentuk peradaban bangsa. Namun, yang aneh, ada banyak sekali penulis Indonesia dan juga dunia yang kurang memahami hal ini. Maka lahirlah genre “sastra kelamin” dan sejenisnya yang, menurut saya, tidak memberikan apa – apa bagi pembacanya, selain pikiran – pikiran negatif, apalagi kalau dibaca anak – anak dibawah umur. Mengutip Vaclav Havel, Seorang penulis harus hidup dalam kebenaran, selamanya!

Lewat Forum Lingkar Pena (FLP), Helvy, yang saat ini adalah Dosen Bahasa dan sastra Indnesia di fakultas Bahasa dan Seni Universitas Jakarta ini, juga menggagas Antologi Kasih, sebuah program menulis karya secara ‘keroyokan’ di FLP yang seluruh royaltinya digunakan untuk kemanusiaan. Diantaranya, antologi kasih pernah dibuat untuk korban Tsunami, Palestina dan lain sebagainya.
Melalui sosok Helvy Tiana Rosa yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Perbukuan IBF Award IKAPI (2006), Perempuan Indonesia Berprestasi versi Tabloid Nova (2004), UMMI Award (2004) dan Ikon Perempuan Indonesia versi majalah GATRA (2007) ini, perempuan Indonesia bisa belajar, bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan perempuan Indonesia untuk meraih impiannya dan berjuang dengan apapun yang mereka miliki, tentu saja tanpa mengesampingkan urusan keluarga yang tetap saja haruslah menjadi prioritas utama.


Apakah yang paling saya ingat tentang Helvy?

Ketika Mas Gagah Pergi(KMGP) adalah salah satu bukunya yang cukup populer dan sangat inspiratif. Membaca buku itu, membangkitkan semangat saya untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Adik – adik sayapun saya ‘paksa’ untuk membaca buku itu. Alhamdulillah merekapun menangkap ibroh buku itu. Buku itu entah berapa puluh kali berpindah tangan, dipinjam oleh teman – teman saya. Sampai akhirnya buku itu hilang tak tentu rimba di tangan seorang peminjam. Mas Gagah menghilang di rak buku saya, tapi kenangan tentangnya membekas begitu kuat dalam hati saya.

Sejak itu pula, saya mulai menulis. Jika sebelumnya, saya punya ratusan koleksi puisi cinta picisan, membaca buku itu membuat saya ingin menulis hal – hal yang lebih berguna. Maka sayapun menulis. Terus menulis tanpa kenal lelah. Orang – orang Annida, saya rasa, pasti sangat bosan menerima kiriman cerpen dan puisi yang saya ketik dengan susah payah dengan mesin ketik tua milik paman saya. Jari-jariku sampai kebal karena seringnya ‘bertarung’ dengan tuts mesin tua itu untuk menghasilkan karya. Saking bosannya (atau kasihan, hehehe) akhirnya, tulisan pertama saya dimuat di Annida, Epik Di Bawah Redup Rembulan Merah. Selanjutnya berbagai karya lain mengalir seperti air. Bukan hanya di Annida, tapi juga Sabilli, Al-Izzah, Deep Smile File (sudah tidak terbit), bahkan Horison!!!
Sampai kemudian, karena begitu mencintai dunia menulis, saya berkeinginan membangun jaringan Lingkar Pena di kota saya. Dengan perjuangan yang lumayan melelahkan, berkat bantuan Mbak Helvy, keinginan itupun terwujud.

Tahun 2005, FLP mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) I. Saya menyiapkan diri untuk mengikuti acara itu, agar saya lebih mengetahui ‘luar dalamnya’ FLP.


Apakah yang paling saya ingat tentang Helvy?!

Alhamdulillah, saat menjelang Munas, buku pertama saya yang berupa Kumpulan Cerpen Negeri Airmata terbit. Mbak Helvy mengsms saya saat itu ‘Semoga buku ini menjadi langkah awal lahirnya buku-buku bermutu lainnya di masa mendatang’. Kata – kata yang memberikan inspirasi dan motifasi saya dalam berkarya. Kata itupun dicetak di buku perdana saya.

Akhirnya, tiba juga saya di acara Munas; Yogyakarta. Karena kurang biaya, saya melalui perjalanan darat yang lumayan melelahkan. Tapi, membayangkan bahwa saya akan bertemu seorang Helvy Tiana Rosa dan juga penulis – penulis lainnya, membuat semangat saya seolah jerami bertemu api.

Sekalipun cukup lelah, begitu sampai di ruang Munas, saking semangatnya, saya tidak mau istirahat. Rasanya rugi tidak mengikuti semua kegiatan dengan baik. Sayapun berakraban dengan teman – teman baru saya; Agus Makasar, Furqon Solo dan beberapa teman dari Samarinda.

Sampai akhirnya, dia ada di belakang saya. Seperti seorang artis dalam jumpa fans dengan penggemarnya yang saya tonton di televisi. Memberikan surprise. Helvy Tiana Rosa. Ia menghampiri saya, membawakan saya makanan kecil dan juga segelas air minum.
Itu adalah pertama kali saya bertemu dengannya. Dan ia telah mengajarkan pelajar pertama untuk saya; Dirman..., jika kau telah ‘besar’, janganlah tinggi hati. Tetaplah mencintai dan rendah hati pada orang – orang sekitarmu. Hehehe...

Saya seolah dihipnotis.

“Saya bawakan mbak buku saya. Ada di tas saya, saya ambilkan sekarang?!” Ujar saya semangat, seperti anak TK yang ingin menunjukkan pada gurunya sebuah gambar cakar ayam yang baru dihasilkannya.

“Nggak usah, dek. Nanti saja. Jika kamu lelah, istirahat saja dulu.”

Itulah perjumpaan pertama saya dengannya. Membekas dan tak lekang dalam ingatan.


Apakah yang paling saya ingat tentang Helvy?!

Detik- detik menjelang Munas berakhir, ia memberikan saya dua buah bukunya. Untuk adikku Dirman; menulis adalah berjuang..., tulisnya di halaman buku itu.

“Ingat. Hati – hati dengan penumpang bus. Jangan terlalu percaya pada orang yang baru kamu kenal dalam bus. Bunda pernah dihipnotis sampai barang – barang Bunda banyak yang hilang. Kamu yang hati – hati ya.” Pesannya.

Itulah Helvy!

“Kamu masih punya ongkos pulang, bukan?!” tanyanya.

“InsyaAllah cukup, mbak.”

“Mbak tambahkan sedikit ya...”

Ia menyelipkan uang itu di buku saya, yang saya terima.... dengan senang hati. Hahaha... (malu!)
Sejak itu, saya bukan hanya belajar untuk menulis dengan baik, tapi juga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang lebih cinta.

Tahun 2006, mbak HTR-lah yang repot-repot mengsms saya. Memberikan dorongan agar saya mau mengikuti seleksi untuk mengikuti MASTERA (Majelis sastra Asia Tengara). Sampai akhirnya, alhamdulillah, saya diutus untuk mengikuti Mastera; Novel, mewakili Indonesia. Sebuah pengalaman luar biasa dalam karier kepenulisan saya.

Maka, tidak berlebihan jika saya bilang; Helvy Tiana Rosa itu cinta berjalan. Yang selalu menebarkan cinta pada semesta. Karena itu, tidak berlebihan jika Abdurahman Faiz mencintainya seperti syurga.* Ya, karena akupun mencintainya, juga seperti aku mencintai syurga.(adym)


Revisi, 16 April 2010


* Sepenggal puisi Abdurahman Faiz.
* Gambar adalah editan saya dari foto di fb Helvy Tiana Rosa



Bahan Bacaan dan sumber :


1. Buku Segenggam Gumam karya Helvy Tiana Rosa, Asy Syaamil, Bandung, 2003

2. Permen – permen Cinta Untukmu, Abdurrahman Faiz, MIZAN, Bandung, 2006

3. http://www.facebook.com/?sk=ru#!/note.php?note_id=299879749412

4. http://akhidirman.multiply.com/journal/item/9/HELVY_ITU_CINTA