Kamis, 03 Juni 2010

BAYANG - BAYANG KEMATIAN (CERPEN)


BAYANG – BAYANG KEMATIAN


Kegelapan menutupi segala. Hanya selarik cahaya kecil yang memantulkan pendar-pendar sinar pada kedalaman bola mataku.
Ku edarkan pandang ke segala sudut. Sebuah ruang pengap yang sesak oleh sampah entah terkumpul dari mana. Aneh! Ya, tiba-tiba aku merasa keanehan seolah menerobos tiap sendi tubuhku. Ruangan apa ini?! Mengapa aku bisa berada di tempat seperti ini?!! Aku merasa tak pernah mengenal tempat seperti ini, bahkan dalam mimpi sekalipun! Lantas bagaimana bisa aku terseret ke tempat seangker ini?!
Aku gerakkan kakiku beberapa meter mendekati tumpukan sampah itu. ku tutup hidungku, agar bau busuk itu tidak terlampau jauh memenuhi otakku.
Sampah itu…. sampah?!!
Astaga! Ternyata sampah itu adalah…. Tumpukan tulang-tulang manusia! Mengapa?!
Dan tiba-tiba aku merasakan kepalaku diserang sebuah kejutan yang maha dahsyat, mengembalikanku pada masa yang lewat bersama desiran angin.
Aaaaaaah!

  

8 jam yang lalu…
Sebuah diskotik yang ramai dan gemerlap lampu warna warni menerpa setiap sudut yang buram. Botol-botol minuman keras dan aroma morfinis mengepul memenuhi ruang.
Inilah istanaku!
Istana?! Ya, setidak-tidaknya di tempat seperti inilah aku bisa berubah menjadi raja! Sementara di rumahku?! Bah! Rumah bagiku adalah neraka tempat segala setan memuaskan nafsu dunia dengan menumpuk-numpuk harta dan kemewahan. Setan-setan itu sering berkoar di layar kaca tentang kesuksesannya. Setan-setan itu adalah Papa dan Mamaku! Dan aku adalah anak setan!
Setiap hari, Papaku yang pengusaha tenar itu sibuk dengan bisnisnya. Dan Mama?! Iapun tak kalah sibuk dengan seminar-seminar yang hanya sekedar pemuas hegemoni. Arisan inilah, arisan itulah, ngurusin anak yatimlah, dan mereka tidak pernah menghiraukan seorang anak yatim piatu lain yang mereka kurung dalam istana sunyi; aku, Diana! Anak mereka yang masih kelas satu SMU yang membutuhkan kasih sayang mereka.
Karena itu, jangan salahkan aku, ketika aku mencari istanaku sendiri untuk berbagi resah dan galau, ya… tempat ini! Hanya tempat ini! Di sinilah aku bisa membasahi jiwaku yang kering kerotang dan membebaskan diri dari kesunyian yang selama ini mengekangku!

  


7 jam yang lalu…,
Aku telah mengantongi beberapa pil extasy, ketika dua lelaki kekar itu mencengkram dengan kuat kedua lenganku. Aku memberontak dan berusaha melepaskan diri, tapi semua terasa sia-sia. Pegangan kedua lelaki itu terlalu kuat untuk dilawan.
“Apa-apaan ini?!”
“Maaf nona Diana, kami….”
“Peduli setan dengan maaf kalian. Kalian siapa?!”
“Kami disuruh oleh pak Harvey, bapak nona untuk membawa nona ke rumah.”
Aku tertawa terbahak. Papa?! Sejak kapan ia perhatian padaku?!
“Beberapa jam lagi akan ada pertemuan keluarga di rumah nona. Nona seharusnya ada di rumah, bukan di tempat seperti ini!”
“Eh, kalian pikir kalian siapa?! Jangan…..”
Aku tak sempat melanjutkan ucapanku. Seseorang di antara lelaki itu menyumpal hidungku dengan sapu tangan yang aku duga mengandung obat bius, karena tiba-tiba aku merasa ngantuk. Mataku terasa berat.
“Jangan kuatir, ini hanya berpengaruh selama beberapa menit. Nanti juga dia akan sadar…” lamat ku dengar sebuah suara, kemudian aku tak ingat apa-apa lagi.

  


5 jam yang lalu…,
Mataku masih terasa berat, namun kupaksakan diri menahan kantuk. Astaga! Ku edarkan pandang, aku telah berada di sebuah kamar mewah dengan seprey hijau lumut bermotif hello kitty, kamarku sendiri!
Sialan banget dua gembel yang dibayar ayah! Padahal, aku sudah janji sama Irvan, hadi, Seno, Emy, Khairul, Is dan teman-teman dugemku untuk berhappy ria di sebuah villa yang sudah kami boking selama satu minggu. Mumpung liburanlah! Tapi kalau nggak liburanpun, aku akan tetap ber-happy bareng teman-teman gaulku. Ngapain juga Sekolah. Apa sih gunanya?!
Swear deh! Aku benci sekali pada yang namanya Sekolah, apalagi kalau bertemu Dewi, Hitnur, Ida and the gank yang bergabung dalam Rohis Sekolah. Belum lagi cowoknya , wuihhh… sayang banget deh, padahal tampang mereka lumayan cute, tapi amit-amit deh, masih muda dipanggil akhi, kayak kakek-kakek aja ya. Pake jenggot naga lagi! Belum lagi sikap mereka error banget deh!
Bayangin!
Masa sih sama cewek nggak boleh salaman and kalau jalan nunduk melulu! Error banget kan?!
“Itu namanya ghodul bashar, Na. Menjaga pandangan.” Ucap Dewi suatu hari. Kebetulan ia satu kelas denganku.
Mau gundul, kek, mau panjang kek, emang gue pikirin. Hik… hik… hik…., aku ketawa dalam hati.
“Eh, lu botak ya… atau… kuping lu kemakan anjing sebelah ya?! Kok pake jilbab sih?!” tanyaku iseng.
Dewi beristigfar. Sok alim banget sih! Nyebelin tahu!
“Na, ini adalah perintah Allah kepada setiap wanita muslim yang telah dewasa untuk menutup aurat mereka.”
“Aurat?! Hahaha… lu tahu nggak?! Gue malas mikirin yang gitu-gitu. Gue bahkan udah dua kali gugurin kandungan gue…” ucapku jujur, sambil mencibir.
Dewi melongo,” Astagfirullah… apakah kamu tidak takut mati?!”
Mati?! Bah! Gue masih muda. Ngapain mikirin mati segala! Kakek gue yang udah lapan puluhan aja belum juga mati, apalagi gue?!

  




4 jam yang lalu…,
Papa dan mama masuk ke kemarku dengan wajah merah menahan marah. Aku menyambutnya cuek.
“Memalukan! Kamu tahu kan kalau dua jam lagi ada pertemuan keluarga?! Wartawanpun pasti akan datang untuk meliput. eh… kamu malah kabur, mau bikin kami malu, ya?! Ke diskotik lagi. Diskotik itu tempatnya orang yang nggak bener, tahu!!” Ujar papa marah.
Masa bodoh!
“Ya, sudahlah! Sekarang sebaiknya kamu mandi dan berdandan yang cantik.” Mama berkata lembut.
Sandiwara yang sempurna! Tapi, mana aku peduli!

  

1 Jam yang lalu…,
Tamu-tamu sudah berkumpul di taman belakang yang telah disulap menjadi ruang pesta yang mewah, tapi tidak bagiku! Ini neraka, ya, neraka!
Aku muak!
Tergesa, aku berlari menuju kamarku. Pil itu, ya, pil itu ku telan beberapa butir, tapi tidak bereaksi. Aku tumpahkan semua pil itu di telapan tanganku, kemudian menelan semuanya.
Beberapa detik kemudian aku merasakan kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Tapi… mengapa kesakitan menjalar ke seluruh bagian tubuhku?! Ada apa ini?!
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh….!!!!” Aku berteriak kuat-kuat, tapi sebuah kekuatan menyeretku, tanpa kemampuan untuk melawan. Tubuhku meluncur jauh ke sebuah ruang gelap.

  


Setengah jam yang lalu…,
Dua makluk kekar berwajah seram membawaku pergi. Terbang melintasi lembah ngarai yang pekat. Aku bisa merasakan sebuah bayang-bayang menyelinap di antara suara papa dan mama yang terdengar lirih, seolah berjarak bermil-mil. Baying-bayang itu menyiptakan sebuah ketakutan yang maha dahsyat, mengingatkanku pada ucapan Dewi; Apakah kamu tidak takut mati… tidak takut mati… mati… mati… mati… mati…?!
Ya! Bayang-bayang itu bernama kematian!

  


Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Tuhan… tolonglah aku! Sekali nama itu ku sebut, menciptakan sebuah kerinduan yang selama ini mati, ataukah… sebuah ketakutan yang childish?!
Apakah aku… telah mati?!
Tiba-tiba mataku melihat sosok kaku terbujur di atas sebuah ranjang yang penuh belatung busuk dan anyir darah. Aku menutup hidungku dan memandang sosok yang diselimuti kain kafan itu.
Aku hampiri sosok itu dan dengan tangan gemetar menahan ketakutan yang menjalar diam-diam, aku tarik kain kafan itu. jantungku berdetak keras memandang sesosok tubuh yang telah rusak yang terpampang di hadapanku, membuatku mual. Aku bisa melihat dengan jelas isi perut mayat di hadapanku yang telah digerogoti belatung dan binatang kecil lainnya. Aneh! Hatinya masih utuh. Hati itu berwarna hitam seperti jelaga dan binatang-binatang kecil yang busuk berloncatan menciptakan aroma anyir yang memualkan. Aku hampir muntah.
Namun tiba-tiba wajah mayat itu berubah membentuk sebuah wajah yang membuatku terpana. Wajah itu… wajahku! Aku?!
“Aaaaahhhh…!” aku berteriak histeris. Sebuah tangan maya seolah menarikku ke sebuah ruangan gelap tanpa cahaya. Dan aku merasakan panas yang maha dahsyat menerpa tubuhku.
Aku… aku telah mati?!
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh…..
Sebuah penyiksaan baru saja dimulai… ***

Rato-Dorowila, 29 Mei 2003

0 komentar: